I Write, therefore I am Your Father.
Dulu semasa sekolah, saya pernah menggelorakan semangat menulis dengan slogan "I write, Therefore I am" melalui beberapa agenda pendidikan di komunitas yang saya pimpin.
Dengan menulis, siapapun dapat membakukan eksistensinya di muka bumi. Begitulah isi ajakan yang terbayang dari kutipan Rene Descartes dengan sedikit perubahan.
Selain via lisan, saya juga memberi teladan melalui artikel yang disusun untuk media digital atau surat kabar. Entah sudah berapa banyak, mulai dari hard news, opini, feature abal-abal sampai tulisan ilmiah populer.
Dibantu pak Wid Widarta, beberapa kali karya saya dimuat KR Jogja. Di samping itu, sejumlah tulisan non skripsi juga saya susun untuk perlombaan.
Walau belum pernah menang saat berstatus peserta, Allah beri kesempatan proposal yang saya edit dan dampingi diaktualisasikan dalam bentuk kegiatan pengabdian lewat kucuran APBN.
Motivasi bermain kata ketika itu berkutat pada upaya berbagi pemikiran atau mempengaruhi orang sebagai manifestasi keberadaan saya di dunia. Cakupan yang dituju luas tak peduli seberapa medioker catatan saya.
Menjelang usia 40 dan buah hati masih Balita, orientasi berubah total. Asa yang dominan adalah agar anak tahu siapa dan seperti apa bapak secara otentik. Juga supaya dia memahami kisah hidup saya.
Di luar itu, saya ingin Hafsah terinspirasi. Setidaknya dia mau belajar berdialektika secara verbal. Kemampuan vital untuk menjadi insan profesional
Entah karena memang saya telat menikah berdasarkan standar rata-rata, atau firasat mengatakan umur tidak sepanjang angka harapan hidup di Indonesia, sekarang mewariskan adalah alasan utama.
Comments