Hukum Dokter Laki-Laki Mengobati Pasien Perempuan


بسم الله الرحمن الرحيم
                Segala Puji bagi Allah Jalla wa A’la, Tuhan langit dan bumi serta seluruh makhluq  diantara keduanya, shalawat serta salam semoga tetap tercurah kepada Nabi dan Rasul terakhir yang membawa kebenaran hakiki, berupa syariat Islam yang sempurna dan paripurna Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wa salam. Tak lupa kita memohon kepada Allah ta’ala agar Shalawat dan Salam juga senantiasa tercurah atas seluruh Ahli Bait, Sahabat Rasulullah shalallahu alaihi wa salam dan pengikutnya yang senantiasa berusaha untuk mengamalkan ajaran-ajaran beliau Shalallahu alaihi wa salam hingga akhir zaman
                Dengan memohon taufiq Allah ta’ala, goresan pena yang akan penulis tulis dalam bait-bait paragraph dan kalimat pada kesempatan ini, akan menyampaikan Fatwa  Ulama yang tergabung dalam Majma’ Fiqh Rabithah Alam Al Islami atau OKI (Organisasi Konfrensi Islam)  mengenai sebuah masalah pelik yang sering dihadapi  kaum muslimah di negeri-negeri mereka. Terutama ketika sebagian dari mereka yang tertimpa musibah berupa sakit ingin berikhtiar untuk mengobati sakit yang diderita kepada Dokter yang ahli dibidangnya.  Karena masalah ini berkaitan dengan masalah fiqh kontemporer yang tidak sembarang orang bisa berbicara tentangnya, alangkah baiknya  kita serahkan permasalahan ini kepada Ulama  sebagaimana Allah ta’ala memerintahkan kita dalam ayat Al Qur'an berikut
فَاسْأَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ
Maka bertanyalah kalian kepada Ahli ilmu jika kalian tidak mengetahui
Al Anbiyaa 7
Syaikh Abdurrahman bin Nashir As Sa’dy Rahimmahullahu berkata mengomentari ayat ini: walaupun sebab diturunkannya ayat ini adalah khusus yang berkaitan dengan pertanyaan   tentang keadaan dan sifat-sifat para Rasul terdahulu Alaihim As Sholatu wa Salam  kepada Ahli Dzikir dan mereka adalah Ahli Ilmu. Namun sesungguhnya perintah pada ayat ini cakupannya umum, meliputi seluruh persoalan agama, baik itu perkara Aqidah yang sudah paten ataupun perkara cabang, maka jika seseorang tidak memiliki ilmu tentang suatu hal dari agamanya maka hendaknya dia bertanya kepada orang yang memiliki ilmu tentang hal tersebut, sehingga yang bisa disimpulkan dari ayat ini adalah perintah untuk belajar dan bertanya kepada ahli ilmu dan sekaligus larangan untuk bertanya kepada orang bodoh yang tidak ada padanya ilmu  (1)
Maka  berikut ini kami sampaikan fatwa yang menjawab dan menjelaskan hukum Dokter Laki-laki mengobati pasien perempuan sebagai wujud pelaksanaan dari perintah Allah pada ayat diatas.
Keputusan Majma’ Al Fiqh Tentang Seorang Dokter Laki-Laki yang Mengobati Perempuan no 81
بسم الله الرحمن الرحيم
Segala puji bagi Allah Tuhan semesta, Shalawat serta salam semoga tercurah atas Rasulullah shalallahu alaihi wa salam penutup para Nabi Alaihim Sholatu wa salam. Dan kepada keluarga serta sahabat beliau Shalallahu alaihi wa salam.  Maka Majma’ Fiqh Islami mengadakan dauroh pada muktamar rutin Majma’ Fiqh Al Islami yang ke 8 di kota Bandar Sri Begawan, Brunai Darussalam pada tahun1414 H bertepatan dengan tahun 1993 masehi. Setelah mentelaah berbagai makalah yang disampaikan kepada majma’ secara khusus tentang topik laki-laki yang mengobati perempuan dan setelah mendengarkan diskusi yang terjadi tentang masalah ini, maka majma Al Fiqh Al Islami menyampaikan keputusan sebagai berikut:
1)    Pada asalnya jika terdapat dokter perempuan muslimah yang memilki kemampuan dalam upaya pengobatan terhadap penyakit seorang pasien muslimah, maka wajib yang mengadakan pemeriksaan terhadap pasien muslimah tersebut adalah dokter perempuan muslimah. Jika tidak dijumpai dokter muslimah, maka hendaknya yang memeriksa pasien muslimah tersebut adalah dokter perempuan non muslim yang bisa dipercaya. Jika dokter perempuan non muslim juga tidak ada, maka dalam keadaan seperti ini baru diperbolehkan melakukan upaya pengobatan terhadap pasien muslimah tersebut kepada dokter muslim, Jika tetap tidak ada, maka diperbolehkan upaya pengobatan terhadap pasien muslimah tersebut dilakukan oleh dokter laki-laki non muslim. Dengan syarat dokter laki-laki ini baik muslim ataupun non muslim hanya melihat bagian badan pasien muslimah tersebut sesuai dengan kebutuhan diagnosa penyakit dan upaya pengobatan yang akan dilakukan terhadap pasien muslimah tersebut, tidak boleh lebih dari itu. Hendaknya dokter laki-laki tersebut menundukkan pandangan semaksimal mungkin yang bisa dia lakukan. Selain itu hendaknya selama  proses terapi  yang dilakukan Dokter laki-laki terhadap pasien muslimah ini dihadiri oleh mahram pasien perempuan tersebut semisal suami pasien atau perawat wanita yang bisa dipercaya, Jika tidak demikiian, maka akan terjadi terjadi khalwat yang terlarang dalam Islam.
2)     Majma’ Fiqh Al Islami juga berwasiat agar Departemen kesehatan atau pemegang Otoritas dalam masalah kesehatan di negara-negara kaum muslimin mencurahkan mayoritas kesungguhannya untuk menyemangati kaum perempuan agar bersedia masuk   pendidikan kedokteran dan menjadi spesialis di berbagai cabang ilmu kedokteran terutama spesialisasi yang berkaitan dengan penyakit-penyakit perempuan, terkhusus lagi spesialisasi dibidang kandungan dan proses melahirkan. Menimbang karena sangat langkanya dokter-dokter perempuan dalam spesialis jenis ini, sehingga jika perempuan bisa dimotivasi untuk  masuk dan menekuni bidang ilmu-ilmu kedokteran tersebut dan menjadi spesialis dalam bidang-bidang tersebut, maka kaum muslimah tidak terpaksa menggunakan kaidah pengecualian.  Allahu a’lam
Demikian keputusan Majma’ fiqh Al Islami yang terdiri dari kumpulan para Ulama Ahli Fiqih dari berbagai Negara kaum muslimin (2).
Secara ringkas syarat diperbolehkannya seorang muslimah berobat kepada dokter laki-laki ada 4 hal (3)
1)     Tidak ada Dokter perempuan yang sejenis yang memilki spesialisasi dibidang cabang ilmu kedokteran dimana pasien muslimah memilki masalah kesehatan.
2)    Penyakit yang akan diperiksakan kepada Dokter Laki-laki tersebut adalah penyakit yang membahayakan. Semisal seorang muslimah mengalami luka ringan sementara didesanya tidak ada dokter kecuali dokter umum laki-laki, maka tidak diperbolehkan bagi pasien perempuan itu melakukan upaya pengobatan kepada dokter laki-laki tersebut. karena pasien perempuan tersebut masih bisa melakukan upaya pengobatan sendiri
3)   Tidak boleh terjadi khalwat antara dokter laki-laki dan pasien muslimah selama proses diagnosa dan pengobatan
4)    Pasien perempuan hanya boleh membuka dan memperlihatkan bagian tubuhnya kepada dokter laki-laki, pada bagian-bagian tubuh yang diperlukan untuk diagnosa dan proses terapi
Sampai disini apa yang bisa penulis sampaikan, semoga bermanfaat bagi penulis pribadi dan juga seluruh kaum muslimin. Alhamdulillah Aladzi bi ni’matihi tatimus shalihaat
Pagi yang sejuk dan cerah di wisma  baruku Robbani 11 Mei 2010
Abu Hafsah Putra.
Referensi
1)      Taisirul Karimir Rahman karya Syaikh Abdurrahman bin Nashir As Sa’dy Rahimmahullahu, Maktabah Syamilah
2)      Naskah Keputusan Majma’ Fiqh Al Islami tersebut terdapat dalam Taudihul Ahkam Syarah Bulughul Maram 3/512 karya Syaikh Abdullah bin Abdurrahman Ali Bassam Rahimahullahu. Karena keterbatasan penulis makauntuk menghindari terjadinya kesalahan proses penerjemahan secara bebas yang dilakukan penulis dibantu oleh rekaman kajian yang disampaikan oleh Ustadz Aris Munandar Hafidzhahullahu yang mebahas fatwa Majma’ Fiqh ini
3)     Syarat-syarat ini disampaikan oleh Ustadz Aris Munandar Hafidzhahullahu pada saat kajian tersebut.



Comments

Muhammad Nashir said…
Bismillah

Hukumnya itu apakah berlaku pula untuk dokter perempuan yang mengobati laki2 ?
bismillah, mohon maaf kami belum mendapatkan informasi tambahan mengenai apa yang syaikh nashir tanyakan, adapun yang kami tulis hanya sebatas mentranskrip dan menterjemahkan semampu kami selaku menulis dari sumber2 yang ada, mungkin bisa mas nashir tanyakan ke ustadz yang ada. Allahu a'lam