[Antara Ustadz Abu Sa'ad dan Ustadz Aris Munandar Hafidzhahumallah]

Hari ini saya mendapat kesempatan emas. Peluang yang bahkan jarang diperoleh oleh kebanyakan teman-teman di Jogja. Menyaksikan Ustadz Abu Sa'ad dan Ustadz Aris Munandar duduk bersama di satu meja, sampaikan pencerahan kepada umat.

Hal ini memicu saya untuk menulis sedikit catatan tentang peran beliau bagi umat sekaligus alasan mengapa kedua panutan kita jarang berkumpul dalam satu majelis

Penyandang gelar MPd.I dan MA ini adalah dua guru kita, yang secara pribadi membuat saya teringat firman Allah berikut ini

وَمَا كَانَ الْمُؤْمِنُونَ لِيَنْفِرُوا كَافَّةً فَلَوْلا نَفَرَ مِنْ كُلِّ فِرْقَةٍ مِنْهُمْ طَائِفَةٌ لِيَتَفَقَّهُوا فِي الدِّينِ وَلِيُنْذِرُوا قَوْمَهُمْ إِذَا رَجَعُوا إِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُونَ

“Tidak sepatutnya bagi orang-orang yang mukmin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya” [QS. At-Taubah : 122].

Ustadz Aris hafidzhahullah, sebagaimana yang kita tahu, mengisi kesehariannya dengan belajar dan mengajar. Beliau adalah pengisi kajian islam terbanyak yang pernah saya tahu. Lebih dari sepuluh kajian rutin diampunya tiap pekan. Ini diluar aktifitas akademik di Hamalatul Qur‘an. Tujuannya tentu untuk memperbanyak ahli ilmu dan kaum terpelajar sekaligus memperdalam pengetahuan beliau sendiri tentang Islam.

Kalau kita mengenal nama-nama seperti Ustadz Abduh Tuasikal, Ustadz Ari Wahyudi, Ustadz Sigit, Ustadz Yulian Purnama, Ustadz Amrullah Akadhinta, Ustadz Raehan, Ustadz Ammi Nur Baits dan sederet ahli ilmu lain, penyandang gelar sarjana UGM, maka mereka adalah murid Ustadz Aris Munandar Hafidzhahullah. Sebagai pengajar di Ma'had Ilmi Yogyakarta, sejak lebih dari 10 tahun silam, beliau adalah guru dari para ustadz muda jebolan Jogja yang tidak memiliki latar belakang pendidikan pesantren.

Selanjutnya saya akan bercerita tentang sosok pendidik yang pernah membuat saya menangis. Ustadz Abu Sa'ad hafidzhahullah. Telah ma'ruf, beliau memang tidak sesering ustadz Aris dalam membersamai kita. Sebagai ahli ilmu yang tidak pernah ketinggalan dalam membantu umat Islam di berbagai penjuru dunia, beliau habiskan banyak waktu di luar Jogja. Berpetualang ke dalam dan luar negeri salurkan bantuan untuk umat Islam yang tertimpa musibah.

Meski sedikit berbeda dari Ustadz Aris, namun disinilah letak keberuntungan kita memiliki guru seperti beliau. Justru melalui aktifitas kemanusiaan yang tanpa henti ini, kita dapat mengambil pelajaran tentang realitas umat Islam di pelosok dunia. Saat kembali dari perjalanan, lisan ahli hadits ini, tak pernah kehabisan cerita yang dapat melembutkan hati kita.

Kalau sekarang ada lembaga kemanusiaan berlatar belakang ahlu sunnah seperti Peduli Muslim, maka itu tidak lepas dari jasa beliau. Bila saat ini umat Islam mampu bersatu, kumpulkan dana dalam jumlah besar untuk misi kemanusiaan, maka itu juga tidak luput dari upaya beliau. Kita telah belajar banyak ilmu manajemen bencana, bagaimana membantu umat islam secara tepat dan baik dari pengalaman-pengalaman beliau.

Sungguh beruntung kita, penduduk Jogja, dianugerahi 2 master ilmu agama yang saling melengkapi dalam upaya pembangunan peradaban Islam.

Mari kita doakan agar hafidzhumallahu senantiasa mendapat limpahan pahala dan anugerah dari Allah ta'ala

 http://opini.gemaislam.com/antara-ustadz-abu-saad-dan-ustadz-aris-munandar-hafidzhahullah/

Comments