Menghalalkan yang Halal dan Mengharamkan yang Haram ..?


بسم اللهالرحمن الرحيم
Segala puji bagi Allah ta’ala, yang telah mensyariatkan bagi setiap manusia syariat islam yang penuh kemudahan lagi  sempurna,  Shalawat serta salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wa salam, Nabi dan Rasul terakhir pengemban amanah dan risalah islam, serta kepada seluruh keluarga, sahabat dan umat beliau yang senantiasa berpegang teguh dengan ajaran beliau hingga akhir zaman.
Pada tulisan ini, dengan memohon taufiq dari Allah ta’ala penulis akan menyajikan sejumlah faidah yang agung dari hadits yang sangat mulia kepada penulis sendiri dan kepada seluruh kaum muslimin. Dengan harapan setelah mengetahuinya, kita berusaha memahami lalu mengamalkan kandungan hadits tersebut. Dimana hal ini merupakan salah satu kewajiban kita selaku kaum yang beriman bahwa Muhammad Shalallahu alaihi wa salam adalah Nabi dan Rasul utusan Allah yang haq.
Jangan sampai kita termasuk kedalam kaum yang acuh tak acuh terhadap Al Qur’an dan Sunnah sehingga termasuk kedalam golongan orang-orang yang merugi. Allah ta’ala berfirman
وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنْ ذُكِّرَ بِآيَاتِ رَبِّهِ ثُمَّ أَعْرَضَ عَنْهَا إِنَّا مِنَ الْمُجْرِمِينَ مُنْتَقِمُونَ
Dan siapakah yang lebih lalim daripada orang yang telah diperingatkan dengan ayat-ayat Tuhannya, kemudian ia berpaling daripadanya? Sesungguhnya Kami akan memberikan pembalasan kepada orang-orang yang berdosa (As Sajdah 22)
Dalam kitab At Tanbihaat Al Mukhtasaraah syarah Al Wajibaat Al Mutahatimaat Al Ma’rifah alaa kulii muslimin wa muslimatin dijelaskan bahwa yang dimaksud firman Allah ta’ala
وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنْ ذُكِّرَ بِآيَاتِ رَبِّهِ ثُمَّ أَعْرَضَ عَنْهَا
Tidak ada yang lebih dzalim daripada  orang-orang yang Allah telah memperingatkan  mereka dengan ayat-ayat-Nya, dan Allah jelaskan makna ayat-ayat tersebut kepada mereka, kemudian setelah itu, mereka justru berpaling, meninggalkan  bahkan mengingkari peringatan-peringatan  tersebut
Lalu maksud dari firman Allah ta’ala:
إِنَّا مِنَ الْمُجْرِمِينَ مُنْتَقِمُونَ
Maka Allah akan menyiksa siapa saja yang melakukan hal-hal tersebut dengan siksaan yang paling keras
Bahkan banyak dari ulama kaum muslimin  berdalil dengan ayat diatas bahwa:  satu diantara pembatala keislaman adalah berpaling dari agama Allah ta’ala, dalam bentuk tidak mempelajari dan mengamalkan agama Allah ta’ala (1)
                Adapun hadits yang akan diambil faedahnya pada tulisan ini adalah sebuah hadits yang diriwayatakan oleh sahabat Abu Abdillah Jabir bin Abdillah Al Anshor Radhiallahu anhum. Berikut nash lengkap hadits (2)
عَنْ أَبِي عَبْدِ اللهِ جَابِرْ بْنِ عَبْدِ اللهِ الأَنْصَارِي رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا : أَنَّ رَجُلاً سَأَلَ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ : أَرَأَيْتَ إِذَا صَلَّيْتُ اْلمَكْتُوْبَاتِ، وَصُمْتُ رَمَضَانَ، وَأَحْلَلْتُ الْحَلاَلَ، وَحَرَّمْت الْحَرَامَ، وَلَمْ أَزِدْ عَلَى ذَلِكَ شَيْئاً، أَأَدْخُلُ الْجَنَّةَ ؟ قَالَ : نَعَمْ . [رواه مسلم]

Dari Abu 'Abdullah, Jabir bin 'Abdullah Al Anshari Radhiyallahu anhuma bahwa ada seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah shalallahu alaihi wa salam: Bagaimana pendapatmu jika aku melakukan shalat fardhu, puasa pada bulan Ramadhan, menghalalkan yang halal mengharamkan yang haram dan aku tidak menambahkan selain itu sedikit pun, apakah aku akan masuk ?" Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab : " Ya" (HR Muslim)
Dalam naskah yang terdapat dalam Ar Ba;in An Nawawi terdapat penjelasan makna kalimat
، وَأَحْلَلْتُ الْحَلاَلَ yaitu melaksanakan perkara-perkara yang halal dengan keyakinan bahwa hal-hal tersebut adalah sesuatu yang halal dalam hukum islam, adapun kalimat وَحَرَّمْت الْحَرَامَ bermakna menjauhi perkara yang haram dalam hukum islam dengan meyakini bahwa perkara tersebut adalah haram menurut  hukum islam (3)

Penjelasan ringkas makna Hadits

1)     Didalam hadits ini sang penanya hanya menanyakan 2 perkara dari rukun islam, yaitu sholat dan puasa ramadhan. Lantas apakah rukun-rukun yang lain bukan merupakan kewajiban seorang muslim sebagai bentuk konsekuesni yang harus dilaksanakan manakala seseorang menyatakan dirinya masuk islam ..?, Maka dalam masalah ini terdapat beberapa penjelasan ulama.
a)     Sang Penanya tidak mengatakan kepada Rasulullah mengenai perkara haji dan Zakat, hal ini sangat dimungkinkan sang penanya adalah seorang faqir lagi miskin, sehingga tidak wajib atasnya melakukan ibadah haji dan zakat. Atau ketika sang bertanya menanyakan hal-hal diatas ibadah haji dan zakat belumlah diwajibkan oleh Allah ta’ala Dengan demikian bertanya 2 hal tersebut tidaklah diperlukan oleh sang penanya
b)     Bisa jadi bahwa perkara zakat dan haji masuk kedalam ucapan sang penanya ، وَأَحْلَلْتُ الْحَلاَلَ، وَحَرَّمْت الْحَرَامَ (menghalalkan yang halal mengharamkan yang haram). Dimana telah dimaklumi bahwa meninggalkan sebuah kewajiban adalah suatu bentuk keharaman bagi seorang muslim, sehingga yang bisa kita pahami dari pernyataan sang penanya bahwa melaksanakan zakat dan puasa adalah suatu bentuk mengharamkan perkara yang haram

2)     Meninggalkan perkara yang haram dan melaksanakan perkara yang wajib adalah sebab masuk surga, akan tetapi mengerjakan amalan sunnah adalah penyempurna amalan wajib seorang hamba, Rasulullah shalallahu alaihi wa salam bersabda:

amal seorang hamba yang pertama kali Allah hisab pada hari kiamat adalah sholatnya, jika amalan sholatnya bagus maka dia akan beruntung namun jika tidak dia akan merugi, dan jika sholat wajibnya memilki suatu kekurangan , maka Allah Tabbaraka wa Ta’ala berfirman kepada malaikat\: lihatlah apakah hamba-Ku memiliki amalan sunnah, maka sempurnakanlah dengan amalan sunnah tersebut apa yang kurang dari amalan wajibnya, kemudian hal ini berlaku bagi seluruh jenis amalannya (HR Ibnu Majah, Tirmidzi, dishahihkan oleh Al Albani dalam Shahih Ibnu Majah 1181) 

Disamping itu konsistensi dalam melaksanakan amalan sunnah berfungsi sebagai pagar yang menjaga seorang konsistensi seorang hamba dalam melaksanakan amalan wajib,  maka barangsiapa yang menjaga amalan sunnah, maka dia akan lebih-lebih lagi kesungguhannya dalam menjaga amalan wajib, dan ditakutkan jika seorang hamba-hamba bermudah-mudah dalam meninggalkan amalan sunnah maka hal tersebut akan merembet dalam bermudah-mudah untuk meninggalkan amalan wajib

Faedah-Faedah Hadits (4)

1)      Hadits ini menunjukkan bahwa para sahabat adalah kaum yang selalu bersegera dalam mengetahui amalan-amalan yang menjadi sebab seorang hamba masuk surga
2)      Hadits ini menunjukkan pula kepada kita bahwa tujuan yang selalu dicita-citakan Sahabat Radhiallahu anhum adalah masuk surga, dan bukanlah tujuan mereka untuk memperbanyak harta, anak dan hal-hal lain dari perkara keduniaan. Oleh karena kita dapati ketika salah seorang sahabat Radhiallahu anhu  ditanya oleh Rasulullah shalallahu alaihi wa salam : apa keinginanmu ..? maka sahabat Radhiallahu anhu tersebut menjawab: bertetangga dengamu di , maka Rasulullah Shalallahu alaiahi wa salam pun bertanya lagi: apakah ada keinginanmu yang lain..? sahabat Radhiallahu anhu itupun menjawab: itu saja wahai Rasulullah Shalallahu alaiahi wa salam, maka Rasulullah shalallahu alaihi wa salam bersabda: bantulah aku untuk mencapai keinginanmu dengan memperbanyak sujud (sholat) (HR Muslim)
3)    Mengerjakan amalan-amalan yang diperintahkan oleh Allah dan Rasul-Nya adalah sebab masuk  surga
4)  Hadits ini menunjukkan kepada kita betapa pentingnya sholat, dalam sebagian hadits Rasulullah shalallahu alaihi wa salam beliau mengatakan: Pokok segala urusan adalah islam, dan tiangnya adalah sholat...(HR Tirmidzi no 2616 dan Ibnu Majah 3973)
5)    Sesungguhnya seorang muslim adalah mereka yang memiliki sifat menghalalkan apa yang halal menurut hukum islam dengan meyakini bahwa hal tersebut adalah halal dan mengharamkan apa yang haram menurut hukum islam dengan meyakini bahwa hal tersebut adalah haram.
6)  Hadits ini juga bantahan telak bagi kaum sufi yang beranggapan bahwa hendaknya seorang manusia beribadah kepada Allah tanpa mengharapkan masuk surga atau dijauhkan dari api neraka. Kalau seandainya benar keyakinan sufi tersebut, maka tentu saja Rasulullah shalallahu alaihi wa salam akan segera mengkoreksi apa yang diucapkan oleh sahabat tersebut berupa motivasi beliau dalam beramal yaitu untuk masuk . Sebab Rasulullah shalallahu alaihi wa salam  tidak mungkin mendiamkan kemungkaran yang dilakukan oleh sahabatnya
7)   Hadits ini juga menunjukkan bahwa barangsiapa yang hanya mencukupkan diri dengan melaksanakan sholat-sholat yang wajib, maka dia tidak dicela denagn sebab itu dan tidak pula diharamkan untuk masuk surga
8)  Seorang manusia tidaklah dilarang untuk mendapatkan atau mengerjakan perkara-perkara yang halal. Oleh sebab itu barangsiapa yang mengharamkan dirinya dari perkara-perkara yang pada asalnya adalah halal tanpa sebab syar’i maka hal itu tercela
9)    Perkara-perkara yang haram adalah segala perkara yang Allah haramkan dalam kitab-Nya atau melalui lisan Rasulullah shalallahu alaihi wa salam
10) Hendaknya seorang muslim yang ragu atau tidak mengetahui suatu hal dari perkara agamanya bertanya kepada ahli ilmu yang lurus aqidah dan manhajnya, hingga dia menemukan jawaban dari keraguan atau ketidaktahuannya tersebut
11) Hadits ini menunjukkan sikap para sahabat yang selalu mengembalikan setiap permasalahan atau perselisihan yang mereka hadapi baik dalam urusan dunia ataupun akhirat kepada Rasulullah shalallahu alaihi wa salam dimana hal ini merupakan salah satu konsekuensi keimanan seseorang terhadap kenabian dan kerasulan Rasulullah shalall;ahu alaihi wa salam. Allah ta’ala berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الأمْرِ مِنْكُمْ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلا
Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur'an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. (An Nisa 59)

Sekian apa yang bisa disampaikan dalam tulisan ringkas ini, semoga bermanfaat bagi penulis dan seluruh kaum muslimin dan kita memohon kepada Allah, agar diberikan taufiq untuk dapat mengamalkan amalan yang wajib ditambah amalan sunnah serta meninggalkan seluruh perkara yang haram dan perkara yang makruh sehingga menjadi sebab Allah ta’ala memasukkan kita kedalam surga-nya yang penuh kenikmatan, amin. Segala bentuk kebenaran dalam tulisan ini mutlak datangnya dari sisi Allah ta’ala, adapun segala bentuk kekeliruan berasal dari penulis dan juga syaitan la’natullahu alaihi.
Alhamdulillah aladzi bi ni’matihi tatimus shalihaat, malam terakhir di Al Kautsar yang indah 00:30. 7 Mei 2010
Yang faqir terhadap rahmat dan ampunan Rabbnya Abu Hafsah Putra

Referensi
1)       At Tanbihaat Al Mukhtasaraah syarah Al Wajibaat Al Mutahatimaat Al Ma’rifah alaa kulii muslimin wa muslimatin hal 80
2)     Naskah Hadits yang menjadi acuan kami adalah yang terdapat kitab Syarah Arba’in An Nawawi , hal 238, Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin Rahimahullahu. Cet ket 3, Darus Tsuroyya KSA, 1425 H
3)    Penjelasan tambahan  ini juga terdapat dalam kitab Syarah Arba’in An Nawawi , hal 238, karya Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin Rahimahullahu
4)    Faedah-faedah ini kami himpun dan ringkas dari 2 kitab, yaitu Fathul Qaiwiyyul Matin hal 77-78 karya Syiakh Abdul Muhsin Al Abbad Hafidzhahullahu dan Syarah Arba’in An Nawawi , hal 240-241 karya Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin Rahimahullahu




Comments