Filosofi Ketan dalam Pernikahan Adat Jawa


Bismillah
                Sebelum berpanjang-panjang menulis. Saya ucapkan, Barakallahu laka wa baraka alaika wa jama’ bainakumma fi khairin kepada Mas Joni dan Mba Vika yang telah resmi menjadi suami istri. Semoga menjadi pasangan hidup yang sukses membangun keluarga sakinah, mawaddah, wa rohmah. Aamiin

Ada Apa Dibalik Beras Ketan

                Sebagai lelaki yang hobi merangkai kata untuk bercerita bukan berganti cinta. Saya selalu tergelitik untuk mencari tahu ada apa dibalik sesuatu yang unik, setidaknya menurut penilaian pribadi. Kali ini makanan berbahan dasar beras ketan yang berhasil mencuri perhatian. Panganan tradisional yang tak pernah titip absen pada setiap pesta pernikahan suku jawa.

                Selama 4 tahun memiliki KTP Yogyakarta. Saya perhatikan, ketika bulan-bulan pernikahan, dodol, wajik, dan jadah[1] pemberian warga yang menggelar walimah silih berganti tanpa henti membanjiri meja makan rumah kakek. Pertanyaan saya, kenapa tidak panganan berbahan baku tepung terigu atau tepung singkong yang dihadirkan?

                Kemarin, rasa penasaran semakin menjadi-jadi. Tak lain karena melihat  sosok ketan dan dodol kembali hadir diantara kumpulan makanan dalam kemasan modern yang akan dihadiakan pihak keluarga wanita kepada pengantin pria. Maka saat pesta perkawinan usai, saya bertanya kepada wanita yang telah melahirkan seorang pria pemilik akun fb “black putra”.

Ada Hikmah dibalik  Beras Ketan

                Tahu bahwa saya benci segala hal yang berbau mistis dan mitos KBK (kebudayaan berbasis kesyirikan[2]) yang seringkali bersemayam pada sebagian adat-istiadat suku jawa. Beliau langsung menimpali pertanyaan tersebut dengan aksen menyanggah. Makanan berbahan dasar ketan disuguhkan di setiap hajatan pernikahan tidaklah membawa misi supranatural yang melenceng dari islam. Hanya saja, ada filosofi dibalik beras ketan yang layak dijadikan pelajaran bagi pasangan pengantin yang mulai berlayar mengarungi samudera kehidupan rumah tangga. Ujar bunda.

                Sejenak berhenti lantas beliau balik menyodorkan persoalan, apa perbedaan antara beras ketan dan beras-beras varietas lainnya? Beras ketan lebih lengket dibanding beras lainnya, ucap saya. Ya betul, beras ketan lengket dan sulit untuk dipisahkan ketika sudah dimasak. Disitulah letak hikmah pemanfaatan beras ketan sebagai bahan baku panganan khas saat pesta pernikahan.

Suami istri yang baru saja mengikat perjanjian agung diharapkan berkaca kepada beras ketan. Lengket dan saling melengketkan diri serta sulit untuk dipisahkan. Begitulah kiranya mereka merajut rumah tangga. Langgeng abadi sampai mati. Karena satu sama lain saling rekat dan merekatkan diri terhadap yang lainnya. Tidak mudah putus ketika badai menghempas bahtera rumah tangga. Ungkap ibu tersayang.

Selepas menyimak penjelasan bunda tercinta. Mulut saya lantas membentuk huruf O. Pertanda faham dan lega. Lega karena pertanyaan yang selama ini menggelayuti pikiran terjawab sudah. Faham bahwa penampakan beras ketan di pernikahan tidak mengandung kegelapan mitos supranatural berlandaskan kedzaliman[3]

Sekilas info yang bisa saya sampaikan. Banyak kurangnya dan sedikit kelebihan mohon dimaafkan. Semoga bermanfaat bagi pemuda/i suku jawa,  yang akan jadi menantu suku jawa ataupun segenap bangsa Indonesia. Sengaja tidak disertakan kesimpulan dalam tulisan ini. Tak lain karena saya yakin pemirsa yang akan membaca tulisan ini adalah orang-orang berpendidikan yang mahir menarik benang merah dari alur cerita yang disampaikan. (padahal penulis yang malas membuat paragraf kesimpulan)

Wates di Rumah Bibi tercinta, 14.20, 14 april 2011

Rahmat Ariza Putra (Mahasiswa Muslim yang semoga lekas lulus kuliah dan menyusul jejak mba Vika Endarwati dan atau Mas Joni)
               








[1] Bagi yang tidak tahu wujud makanan-makanan tersebut. Saya persilahkan bertanya kepada mbah google. Karena beliau adalah makhluk yang serba tahu kecuali ilmu ghaib.
[2] Syirik yang dimaksud pada tulisan ini adalah syirik kecil. Syirik kecil seringkali memiliki wujud berupa keyakinan bahwa suatu hal menjadi sebab terjadinya hal yang lain. Padahal hal tersebut bukanlah sebab terjadinya sesuatu tersebut ditinjau dari kaca mata islam maupun pandangan ilmu pengetahuan yang terbukti secara empirik. Contohnya keyakinan sebagian masyarakat bahwa batu kecil ponari dapat menjadi sebab sembuhnya berbagai macam penyakit. Padahal setelah diteliti, secara medis tidak terbukti bahwa batu tersebut dapat berfungsi layaknya obat. terlebih tidak terdapat dalil dari islam bahwa batu ponari dapat menyebabkan sembuhnya penyakit.
[3] Kedzaliman adalah nama lain dari syirik. Karena dzalim adalah meletakkan sesuatu bukan pada tempatnya. Serupa dengan syirik yang diungkap diawal tulisan. Karena menjadikan sesuatu yang bukan sebab menjadi sebab. Bukankah hal ini serupa dengan meletakkan sesuatu bukan pada tempatnya

Comments

pulzzahut said…
keren abis deh blognya..