Hadiah dalam Perspektif Islam


Bismillah

                Segala puji bagi Tuhan semesta alam. Shalawat serta salam semoga selalu dilimpahkan kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, keluarga serta pengikut beliau hingga akhir zaman. Pada kesempatan dan lembaran ini  akan diulas singkat mengenai hadiah[1] dalam syariat islam, insya Allah. Semoga bermanfaat

Definisi

Hadiah atau hibah adalah pemberian suatu barang dari pemiliknya kepada orang lain tanpa disertai imbalan. Tujuan hadiah adalah untuk mengikat atau menimbulkan rasa kasih sayang antara pemberi dan penerima hadiah

Anjuran Islam untuk memberi hadiah

Dari Sahabat mulia Abu Hurairah Radhiallahu anhu berkata bahwa  Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam  pernah bersabda:    
تَحاَدُوا تَحاَبُّوا
Hendaklah kalian saling memberi hadiah maka kalian akan saling mencintai[2]

Hadits diatas merupakan bukti bahwa pemberian hadiah adalah bagian dari syariat islam. Bahkan melakukannya dapat mendatangkan pahala dan menimbulkan kasih sayang diantara kaum muslimin.  Padahal jika suatu kaum telah saling menyayangi maka persatuan diantara mereka otomatis akan menguat. Padahal persatuan sesama kaum muslimin merupakan sebuah kewajiban yang telah Allah tetapkan.

Akan tetapi perlu diingat. Memberi hadiah hukumnya dianjurkan selama tidak menimbulkan salah faham yang berujung maksiat. Seperti pemberian bingkisan dari seorang pria kepada wanita yang bukan mahramnya. Jika terjadi maka hal ini menimbulkan tanda tanya bagi wanita tersebut. bahkan bisa berujung pada pacaran. Sebuah jalinan cinta yang Allah haramkan dalam Al Qur’an. Dalil larangan pemberian hadiah jika menjerumuskan kedalam fitnah sebagai berikut:

لاَ ضَرَرَ ولاَضِرَارَ
Janganlah engkau merugikan diri sendiri dan orang lain[3]

Menerima Hadiah Meskipun Sedikit

Islam mengajarkan kepada pemeluknya untuk menghargai orang lain termasuk dalam perkara pemberian hadiah. Oleh karena itu Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam mengajarkan kaum muslimin untuk menerima pemberian hadiah dari orang lain mekipun sedikit atau berupa hal-hal yang kurang berharga.

Beliau shallallahu alaihi sallam bersabda (artinya): andai saya diundang untuk menikmati jamuan berupa satu lengan (kambing) atau jamuan satu betis (kambing) niscaya akan saya datangi jamuan tersebut. begitupula jika saya diberi hadiah berupa satu lengan atau betis kambing niscaya kuterima hadiah tersebut[4]

Betis dan lengan yang disebutkan diatas hanyalah permisalan terhadap hal-hal yang sepele, sedikit atau kurang berharga meskipun demikian Rasulullah tetap menerimanya dengan baik. Sebagai seorang yang mengaku cinta beliau sudah sepatutnya perilaku tersebut kita ikuti agar kita diberi pahala. Pahala atas perbuatan kita meneladani Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam

Menolak Hadiah yang Dibenci

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda (yang artinya): ada 3 hal yang pemberiannya tidak ditolak. minyak wangi, bantal, dan susu[5]

Disebutkan pula dalam sebuah riwayat bahwa sahabat Anas bin Malik Radhiallahu anhu tidak menolak pemberian hadiah berupa minyak wangi berdasarkan contoh dari Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam[6]

Berdasarkan 2 dalil diatas maka makruh menolak pemberian hadiah berupa minyak wangi, bantal dan susu

Membalas pemberian hadiah

Aisyah Radhiallahu anhaa berkata (artinya): Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam jika menerima hadiah maka beliau membalas pemberian hadiah tersebut[7]

Siapakah yang paling berhak menerima hadiah

Aisyah Radhiallahu anhaa berkata, “wahai Rasulullah sesungguhnya saya punya 2 tetangga, manakah diantara kedua tetangga tersebut yang paling berhak aku saya berikan hadiah?”  Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda: berilah hadiah pada tetangga yang rumahnya paling dekat dengan rumahmu[8]

Hadits ini mengajarkan bahwa orang-orang yang paling berhak diberikan hadiah adalah tetangga terdekat. Serupa dalam hal ini dalam kaitanya siapakah diantara keluarga besar yang paling didahulukan dan diutamakan dihadiahi. Maka jawabannya adalah mereka-mereka yang paling dekat hubungan kekerabatanya[9]

Larangan bersikap tidak adil dalam pemberian hadiah kepada anak-anak

Nu’man bin Basyir Radhiallahu anhumma berkata:  ayah memberi hadiah kepadaku dari sebagian hartanya. Melihat hal itu ibu (Amrah binti Rawahah Radhiallahaa) berkata:  “aku tidak ridho dengan pemberianmu terhadap nu’man sampai engkau mempersaksikan hal ini kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam!” Ayah pun pergi menemui Nabi untuk meminta pertimbangan mengenai perbuatannya memberi hadiah kepadaku. Nabi Shallallahu alaihi wa sallam lantas berkata kepada ayah. “Apa engkau juga memberi hadiah kepada anak-anakmu yang lain ?”. “tidak” jawab ayah. Lalu Rasulullah bersabda: “bertaqwalah kepada Allah dan bersikap adillah terhadap anak-anakmu!” sesudah mendengar perintah Rasulullah ayah pulang kemudian mengambil kembali hadiah dariku[10]

Perlu diketahui bahwa pengertian adil bukanlah sama rata sama rasa. Akan tetapi adil adalah menempatkan sesuatu pada tempatnya. Jika dikaitkan dalam konteks pemberian hadiah adalah memberikan hadiah kepada masing-masing anak sesuai usia dan keperluannya.

Contoh keadilan dalam pemberian hadiah kepada anak-anak adalah sebagai berikut: Abu Hafsah punya 2 anak, hafsah dan Abdurrahman. Hafsah berusia 10 tahun dan duduk di bangku kelas 5 home schooling. Sedangkan Abdurrahman belum genap 4 tahun umurnya dan baru masuk Raudhatul Athfal home scholing. Maka Abu Hafsah dapat dikatakan adil ketika membelikan buku bertemakan alam kepada Hafsah adapun Abdurrahman dibelikan buku belajar menulis.

Bersambung insya Allah





[1] Diterjemahkan disertai improvisasi dari kitab Al Waziz
[2] Hasan dalam shahihul jami’us shaghir no 3004
[3] HR Ibnu Majah, Hasan
[4] Shahihul Jami’ 5268
[5] Hasan riwayat Tirmidzi 4/1999/2941
[6] HR Tirmidzi 4/190/2941
[7] HR Abu Daud 9/451/3519, Shahih-
[8] HR Abu Daud 14/63/5133, Shahih
[9] Sebagaimana kisah maimunah istri Nabi Shallallahu alaihi wa sallam yang termaktub pada shahih muslim dan bukhari
[10] HR Bukhari dan Muslim

Comments