Ketika menjelaskan hukum-hukum seputar ibadah haji, Allah dengan keluasan hikmahnya berfirman
Dan berbekalah, sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah taqwa (Al Baqarah :197)
Melalui ayat ini, Allah memerintahkan jama’ah haji untuk menyiapkan bekal bagi perjalanan dan ibadah haji mereka. Agar mereka tidak menjadi beban bagi orang lain. Supaya kehormatan dan kemuliaan mereka terjaga. Karena siapa yang berhaji namun tanpa bekal, sungguh akan menjadi beban bagi orang sekitar
Meski konteksi dan asal-usul turunnya ayat ini berkaitan dengan ibadah Haji, akan tetapi pelajaran yang bisa kita petik dari ayat ini tidak hanya berkisar seputar ibadah di bulan Dzulhijjah
Menimbang sebuah kaidah dalam ilmu tafsir yang berbunyi
"Al Ibroh bi umumi lafdzi la bi khususi sabab"
"Pelajaran yang bisa dipetik dari sebuah dalil lebih kepada keumuman lafadz bukan hanya terbatas pada konteks dan asbabun nuzul"
Maka ayat ini adalah dalil syar’i yang memerintahkan hamba mempersiapkan bekal materi guna mendukung dan menyelenggarakan ibadah-ibadah yang membutuhkan modal.
Termasuk dalam hal ini adalah mempersiapkan bekal materi untuk pernikahan. Kita tahu bahwa pernikahan membutuhkan mahar dan (menurut pendapat yang saya anut, ed) walimah. Kedua hal tersebut tentu tidak dapat kita beli dan selenggaraKan jika tidak memiliki modal berupa uang.
Meski terdapat anjuran untuk tidak berlebihan dalam pesta dan tidak memaksa perihal mahar, bukan berarti asal-asalan dalam mempersiapkan bekal pernikahan. Berusahalah mengumpulkan pundi-pundi uang semampu dan semaksimal mungkin sebagai modal menyelenggarakan pernikahan
Jangan jadi beban untuk orang tua (kecuali orang tua rela memberi, ed), jangan merendahkan martabat dengan meminta-minta, tapi juga jangan terlalu memaksa bila memang setelah berusaha tidak bisa mengumpulkan modal sesuai yang didamba.
Penutup….
Oh iya, sekedar mengingatkan. Berikut ini adalah kaidah-kaidah syar’i yang bisa dijadikan sumber motivasi
"Innamal a’malu bi niyaat"
(setiap amal tergantung niatnya)
"al wasa’ilu laha hukmul maqoshid"
(Perantara itu dihukumi sebagaimana tujuan)
"maa laa yatimmu al wajiibu illa bihi fa huwa waajibun"
(sebuah kewajiban yang apabila tidak bisa terlaksana kecuali dengan tercapainya sesuatu, maka sesuatu tersebut dihukumi wajib”
"maa laa yatimmu al masnun illah bihi fa huwa mandub"
(suatu amalan sunnah yang apabila tidak bisa terlaksana kecuali dengan tercapainya sesuatu, maka sesuatu tersebut dihukumi sunnah”
Maka…
Buat jombs yang sudah bisa bekerja, niatkanlah jerih payah untuk menyiapkan bekal bagi terlaksananya pernikahan. Sebuah ibadah agung yang menggenapkan agama.
Karena….
Setiap amal tergantung niat dan suatu pekerjaan dihukumi berdasarkan tujuan. Bila kita bekerja dalam rangka mengumpulkan uang untuk membeli mahar, maka aktivitas kita membanting tulang adalah ladang pahala. Bila kita memeluh keringat dalam rangka mengoleksi pundi harta sebagai modal pesta pernikahan, maka setiap tetes peluh yang mengucur bernilai pahala. insya Allah
Semoga bermanfaat*
Rahmat Ariza Putra
* ditulis setelah membaca tafsir as sa’dy, tafsir muyassar dan aisarut tafasir kemudian bertanya kepada usatadz Aris Munandar hafidzhahullah
Comments