[Orang Tua, TPA dan Hafidz Indonesia, Sebuah Cerita Tentang Keunggulan Pendidikan Orang Tua]

Anda tentu tahu siapa Orang Tua dan apa TPA. Keduanya mempunyai kesamaan peran. Pendidik. Itulah keserupaan tugas mereka.

Bagi anak yang beruntung, biasanya tidak perlu belajar di TPA. Ayah dan ibu cukup sebagai tempat dan sumber menimba dasar-dasar Ilmu Islam. Pengetahuan yang dalam rangka penyebarannya, banyak orang mendirikan TPA.

Banyak keunggulan menjadikan orang tua sebagai Madrasah pertama. Diantaranya adalah yang akan penulis ceritakan berikut ini

Dalam sebuah kesempatan, kami bertemu dengan Ustadz Bachtiar Nashir, Lc, MM. Beliau adalah pendiri dan pengasuh AQL (Ar Rahman Qur'an Learning Center). Sebuah lembaga pendidikan Islam yang fokus pada pengajaran dan penyebaran ilmu-ilmu berbasis Al Qur'an.

Melalui aktivitas dakwah tersebut, lulusan Universitas Madinah dan UI ini mendapat tawaran untuk mengelola sebuah program televisi. Mata acara yang diberi nama "Hafidz Indonesia". Ajang perlombaan menghafal dan membaca Al Qur'an bagi anak-anak usia dini yang diadakan serta disiarkan Stasiun TV Swasta ternama.

Ditengah-tengah pertemuan singkat antara kami dan Ustadz Bachtiar Nashir, beliau bercerita sedikit tentang "Hafidz Indonesia". Salah satunya tentang asal-usul peserta yang mengikutI audisi.

Beliau menuturkan bahwa saat proses seleksi partisipan diselenggarakan di sebuah kota, seorang pengurus Badan Koordinasi TPA Kota setempat menyampaikan keluhan.

"Mana ini peserta asal TPA, TKIT dan SDIT yang mendaftar, kok sepi". Begitu kurang lebih apa yang diutarakan kepada Ustadz Bachtiar selaku ketua tim kreatif "Hafidz Indonesia"

Kegelisahan tersebut muncul dari kenyataan bahwa peserta yang mendaftar sebagian besar adalah anak usia dini yang tidak mengenyam pendidikan di Institusi yang berada dibawah koordinasi BADKO.

Yap, mayoritas pendaftar dan yang lolos seleksi "Hafidz Indonesia" adalah santri privat yang belajar kepada Ayah dan Ibu mereka. Anak yang sedari kecil hanya tahu ilmu agama termasuk diantaranya cara belajar dan menghafal Al Qur'an dari orang tua kandung.

Ini menarik, sungguh menarik. Karena ternyata lembaga pendidikan Islam yang didirikan dengan semangat mengajarkan dasar-dasar ilmu keislaman kepada anak-anak usia dini, tidak lebih sukses dalam mendidik ketimbang Bapak dan Ibu sang belia.

Hal tersebut bisa disimpulkan dari fakta bahwa sedikit sekali TPA yang mendaftarkan anak-anak didiknya untuk mengikuti program "Hafidz Indonesia". Padahal telah mendapat himbauan dari BADKO untuk berpartipasi.

Sebaliknya, justru anak-anak pemilik kemampuan membaca dan menghafalkan Al Qur'an secara baik adalah hasil didikan orang tua mereka. Tidak sekalipun mereka belajar dari TPA guna menimba ilmu cara membaca dan menghafal Al Qur'an. Anugerah yang dapat dijadikan modal mengikuti audisi "Hafidz Indonesia"

Kenapa TPA kurang sukses

Setelah bercerita tentang kisah anak-anak peserta audisi "Hafidz Indonesia", Ustadz Bachtiar menyampaikan sebuah analisa.

Menurut beliau diantara penyebab terjadinya fenomena ini adalah kecendrungan guru-guru TPA menjadikan lagu dan musik "islami" sebagai sarana belajar agama. Di kelas-kelas TPA, anak-anak sering sekali diminta menghafal lirik lagu "Islami" yang berisi nasehat, ajakan atau informasi mengenai ilmu-ilmu keislaman

Hasilnya tentu saja mudah ditebak. Murid-murid TPA memiliki lebih banyak hafalan lagu "Islami" daripada ayat-ayat suci. Bukan "prestasi" yang aneh sebetulnya, mengingat banyak ulama telah menyampaikan bahaya lagu dan musik bagi penghafal Al Qur'an.

Tentang hal ini, Imam Ibnul Qayyim Al Jauziyyah Rahimahullah. Beliau bertutur, "Tidak akan berkumpul Al Qur'an dan Musik pada dada manusia". Maksudnya, apabila seseorang suka bernyayi dan bermusik, maka susah baginya menghafal Al Qur'an. Apabila sebelumnya telah hafal banyak ayat-ayat Qur'an, maka hobinya berdendang akan menghilangkan dan melunturkan daya ingat terhadap firman Allah.

Kenapa Ayah dan Ibu lebih berhasil

Untuk menjawab pertanyaan diatas, simak obrolan antara seorang admin grup islami dengan ayahanda MUSA melalui whatsapp berikut ini

Pesan Dari Abu Musa Ayah dari Penghafal Al-Quran Usia Lima Setengah Tahunan

Dialog melalui WA dengan Abu Musa di Jeddah Saudi Arabia

***Admin Assunnah:

Akhi bisa kasih pesan khusus untuk anak2 agar rajin menghafal al quran karena akan saya sebarkan di BBM fb dll singkat saja abu

***La Ode Abu Hanafi (Abu Musa)(menulis) :

Cari istri sholehah, istiqomah dan sabar yang luar biasa, tegakkan amar ma’ruf dan nasi mungkar kpd anak meskipun masih kecil, jauhkan dari MUSIK dan tontonan yang merusak, tanamkan aqidah dan tauhid kpd anak, tanamkan siapa ahlu sholah dan siapa ahlu maksiat

Orang tua harus mnjadi contoh anak

Orang tua ketika amar ma’ruf dan nahi mungkar harus ada rasa tega diri mereka kpd anak2

Contohnya ketika mmerintahkan belajar…banyak orang tua yang gk tega

Selain yang di atas….harta kita keluarkan tuk anak belajar

***Admin Assunnah:

Barakallahu fiik jazakallah khoyron masih ada lagi akhi ?

***La Ode Abu Hanafi (Abu Musa):

Tentukan jadwal anak seketat mungkin, kapan belajar, makan, mandi, bermain…. Dan orangtua harus istiqomah dan jangan di remehkan dan di langgar

Gk usah pedulikan perkataan orang

Emas gk akan jadi mulianya dan berharga kecuali setelah penempaan yang luar biasa….

Kelembutan dan ketegasan ( keras terkadang jg sangat bermanfaat) harus senantiasa ada

Cukup dulu akhi

***Admin Assunnah:

sumber: http://abangdani.wordpress.com/2014/07/02/musa-5-tahun-dari-bangka-bocah-penghafal-29-juz-al-quran/

Penutup

Semoga kita dapat mengambil pelajaran dari kisah ini, khususnya terkait pendidikan anak usia dini. Mudah-mudahan bermanfaat,

--------------------------------
Ditulis setelah minum obat di Jogja, 24 September 2014

Rahmat Ariza Putra
.

Comments