Kenapa Memilih Pertanian Organik?

Sehijau dan sesubur sayur konvensional, inilah penampilan sayur organik petani Tranggulasu


Sejak penulis tiba di Dusun Selongisor, Baturan, Kopeng, sentra sayur ramah lingkungan yang dibudidayakan kelompok tani Tranggulasi, judul di atas menjadi obrolan utama  ketika bertemu penggerak organisasi tersebut, dalam hal ini adalah Pak Pitoyo, selaku ketua, dan Pak Harto, sebagai wakil.

Jawaban mereka, secara umum, mengerucut pada dua motif utama kenapa sistem pertanian organik menjadi pilihan. Keduanya adalah alasan ekonomi dan kesehatan.

Ekonomi yang dimaksud di sini bukan berupa pendapatan lebih dari harga penjualan sayur segar organik yang lebih tinggi, mengingat pada saat Pak Pitoyo merintis kegiatan ini, beliau tidak mengetahui jika produk bebas pestisida dan pupuk kimia yang dimaksud dihargai mahal oleh pasar retail modern dan ekspor. Keuntungan materi yang dibicarakan oleh pendiri kelompok Trianggulasi ini bersumber dari penggunaan modal produksi yang lebih murah dan bahkan dapat diperoleh secara cuma-cuma di lingkungan sekitar.

Kongkritnya beliau mensubtitusi NPK, ZA, TSP, KCL dan SP-36, yang kala itu dikurangi subsidinya karena krisis ekonomi 98-99,  dengan kotoran hewan. Agar  semakin hemat, peraih penghargaan nasional di bidang pertanian ini juga mengganti bahan aktif DDT, organoklorin, organophosphat, karbofuran dengan polifenol, alkaloid, flavonoid, saponin yang terdapat pada tumbuh-tumbuhan sebagai pestisida. Hasilnya, ongkos budidaya menjadi lebih sedikit.

Tidak usah berpikir bahwa pilihan Pak Pitoyo langsung mendatangkan keuntungan yang berlimpah pada saat itu. Pertanian Organik bukan sekumpulan mantra ajaib yang secara instan dapat meningkatkan produktivitas tanaman, yang selama ini ditanam di lahan yang kesuburan fisik, kimia dan biologinya rusak akibat input eksternal sintetis. Yang terjadi saat itu, volume panen sayur yang dibudidayakan anjlok bebas.

Sekali layar berkembang, pantang putar haluan. Meskipun gagal, beliau tidak kehilangan harapan terhadap sistem tanam, yang beberapa tahun selanjutnya lulusan sekolah tani ini baru ketahui sebagai pertanian organik. Konsistensi dan persistensi untuk terus mencoba dan berimprovisasi dengan tetap memperhatikan asas ekonomi dalam kegiatan budidaya, membuat hasil panen ladang beliau berangsur-angsur meningkat.

Kenaikan tersebut terus terjadi hingga akhirnya di awal tahun 2000-an, seiring dengan tercapainya kesuburan tanah dan keseimbangan agroekosistem yang mampu mendukung pertumbuhan tanaman, kuantitas sayuran dan jangka waktu budidaya pertanian organik telah menyamai sistem konvensional. Hal ini menyebabkan kesejahteraan petani terangkat, tidak hanya karena sarana produksi pertanian yang murah dan mudah diperoleh tapi juga harga jual sayur organik, yang baru diketahui di kemudian hari, lebih tinggi jika dipasarkan ke supermarket dan luar negeri.

Kembali ke soal motif, meski secara umum anggota poktan Tranggulasi juga menjadikan irit modal sebagai alasan, namun penekanan yang disampaikan Pak Harto terletak pada sisi kesehatan. Semuanya berawal dari sakit yang diderita beliau di dekade 90-an.

Ketika itu salah satu kebiasaan wakil ketua poktan Tranggulasi ini adalah menanam tomat sepanjang tahun. Tidak terelakkan, rutinitas ini membuatnya sering terpapar pestisida sintetis yang diaplikasikan secara rutin untuk membasi hama dan penyakit pada tanaman keluarga Solanaceae (terung-terungan) ini.

Sampai suatu saat beliau jatuh sakit dan hasil uji lab mengungkap kandungan bahan aktif pestisida kimia yang tinggi dalam darah beliau.  Sejak itulah beliau bertekad untuk tidak memakai senyawa berbahaya dalam kegiatan budidaya dan kembali kepada kearifan lokal, yang dahulu sering dilakukan para leluhur dalam bercocok tanam.

Seperti atasannya di organisasi, kala itu Pak Harto juga tidak mengenal istilah pertanian organik. Yang beliau lakukan setelah menghindari pestisida sintetis adalah memanfaatkan pupuk kandang dan tetumbuhan di sekitar Selongisor sebagai pestisida. Coba dan gagal tidak lepas dari usaha beliau saat itu.

Hingga pada titik tertentu, setelah melalui proses panjang dalam mempelajari teknologi pertanian modern, baik yang difasilitasi pemerintah dan akademisi atau dari hasil diskusi dengan sesama petani, beliau berhasil menemukan formulasi yang tepat untuk mensejajarkan hasil dan waktu panen ladang dengan sistem konvensional.

Inilah kurang lebih cerita yang mengawali tumbuh suburnya pertanian organik di Tranggulasi. Bermula dari kegelisahan terhadap berkurangnya keberpihakan pemerintah terhadap petani dengan mencabut subsidi saprotan hingga kekhawatiran akan bahaya pestisida kimia.

Melalui kelompok P4S Tranggulasi, Pak Pitoyo dan koleganya, saat ini dan di masa yang akan datang, terus berjuang untuk mengkampanyekan pertanian organik. Bukan hanya karena hemat dan sehat, tapi juga ramah lingkungan dan bernilai lebih sehingga mampu mengangkat kesejahteraan dan daya tawar petani

Comments