Belajar Irit Plastik dari Malagasi



Apa yang relatif sulit kamu temui pada foto-foto yang saya tampilkan adalah sampah,  khususnya plastik.  Padahal jika titik-titik serupa ini ada di Indonesia,  mudah sekali limbah-limbah itu terdokumentasi.

Betul sekali,  konsumsi plastik sekali pakai di negeri ini cukup sedikit.  Pendorongnya adalah alasan ekonomi. Di negara bekas jajahan Prancis ini,  harga kantung kresek cukup mahal.  Sekitar 300-500 ari-ari atau setara dengan 1200-2000 rupiah.  Sementara,  pendapatan rata-rata kelas menengah ke bawah di sini hanya berkisar 6000-7000 ari-ari.

Ini artinya,  kalau perilaku orang Malagasi seperti saudara se keturunannya di Nusantara,  yang gemar berbelanja tanpa membawa kantung sendiri,  pemasukan masyarakat setempat akan signifikan terkuras hanya untuk barang yang akan menjadi limbah kemudian membuat alam susah. Dengan demikian, kondisi ini menekan mereka untuk selalu bersama keranjang ketika membeli barang kebutuhan.

Efek nyata dari tingginya harga plastik adalah gerakan Reduce,  Reuse dan Recycle yang cukup merata dilakoni warga.  Selanjutnya, kresek,  botol,  atau pembungkus apapun berbahan baku minyak bumi jarang berserak di jalan,  pasar atau sungai.

Meskipun bisa karena terpaksa,  budaya manusia +261 soal plastik layak ditiru kamu yang besok akan nyoblos 01 di pemilu.  Terlebih,  secara umum,  jumlah pemegang ijazah SD,  SMP,  SMA dan strata di negeri khatulistiwa juga lebih banyak tak terkira.

Kiranya kita semua sepakat. Lebih terdidik dan berdaya apa guna jika menjadi lebih santun terhadap Bumi saja tidak bisa.  Apalagi jika jurus jitunya sudah jelas ada dicontohkan oleh mereka yang minim sarana jalan,  sekolah,  jembatan dan listrik dari negara.

Salam cinta untuk Indonesia dari kami di Negeri Vanili.





Rahmat Ariza Putra

Comments