Hafidz-Hafidz di Madagaskar



Tepat saat Idul Adha, saya dianugerahi rezeki berbaur bersama komunitas muslim kecil yang menempati mini Islamic Centre di Desa Ambodivolo, Toamasina/Tamatave. Di area kira-kira seluas 3000 meter persegi ini, terdapat masjid, madrasah, asrama, lapangan olahraga, studio yang dilengkapi dapur dan sebuah mini bale yang dikelilingi taman. Sebuah komplek sederhana yang asri dan mendamaikan hati. Setidaknya menurut saya pribadi

Brbicara soal ketenangan di area ini tentu tidak lepas dari kehadiran para penghuni dan rutinitas mereka sehari-hari. Di sana, tinggal seorang ustadz pengajar alumni sebuah universitas Islam di Afrika beserta keluarga dan staff kebersihan serta 15 santri atau lebih tepatnya calon hafidz. Di luar ibadah wajib yang terselenggara secara berjama'ah dengan penduduk sekitar, kegiatan harian lain di antara waktu solat adalah belajar agama atau lebih spesifik lagi menghafal Al Qur'an.

Ustadz Idris, pengampu di tempat itu, menjelaskan bahwa madrasah ini mengkhususkan diri sebagai pencetak ahli Al Qur'an. Sejak selesai dibangun tahun 2014 silam, sekolah agama dan asrama yang dimaksud telah menjadi papan bagi 21 pembelajar, yang 6 di antaranya sudah lulus dengan predikat hafidz.

Segenap kader penjaga Kalamullah berusia belasan tahun tersebut dijaring dari berbagai distrik. Syarat menjadi peserta didik sengaja dibuat tidak sulit. Cukup mampu membaca Al-Qur'an dan mengantongi surat persetujuan keluarga.

Yang unik, sebagian besar anak-anak ini sebelumnya berada dalam asuhan bapak dan atau ibu non-muslim. Meski demikian, perbedaan keyakinan bukan hambatan. Kenyataan yang terjadi justru sekalian orang tua mendukung buah hatinya dibesarkan di sana. Selain soal bebas biaya, putra-putra mereka juga difasilitasi dengan sandang, pangan dan ruang bermalam yang cukup memadai. Boleh juga disebut lebih baik dari tersedia di rumah.

Tentang pengajaran, selain diarahkan untuk mampu mengingat dan melafalkan seluruh ayat Kitabullah dengan baik, pemuda-pemuda asli Madagaskar ini juga dibekali dengan ilmu agama secara holistik. Harapannya, setelah semua tahapan tarbiah di majelis dilalui, mereka dapat menjadi pribadi yang lebih baik dan layak mengimami sejumlah masjid dan kelompok kecil umat Islam di berbagai lokasi terpencil yang belum memiliki pemandu rohani.

Hafidz-hafidz ini di kemudian hari mendapat tanggung jawab untuk mengelola masjid dan kajian Islam. Itulah pekerjaan dan tanggung jawab mereka. Amanah besar itu disertai pula dengan hak dan fasilitas penunjang kehidupan selama menjalani kerja dakwah di masyarakat. Begitu penjelasan yang saya terima dari pria 30 tahun keturunan India yang lahir di Madagaskar dan telah mengabdi juga mendampingi lembaga tersebut selama 4 tahun.

Dari sisi pengembangan sumber daya manusia, generasi muda yang diasuh di Masjid An Nur juga memiliki kesempatan untuk melanjutkan studi hingga perguruan tinggi. Baru-baru ini, atas sponsor dari berbagai donatur dimotori ulama setempat bernama Syaikh Maulana Hasyim, 4 pelajar yang telah menuntaskan hafalan dikirim ke Zambia dalam rangka memperdalam agama Allah di sebuah universitas di sana. Sebagai ketentuan, semuanya harus kembali ke negeri ini mengembangkan syi'ar Islam dan memberdayakan muslim di tanah kelahiran.

Kabar gembira tidak berhenti sampai di situ. Di masa depan tidak jauh dari kiwari, segera muncul hafidz-hafidz baru dari tempat ini. Diperkirakan, 4-5 penuntut ilmu yang sekarang telah mengamankan 20-25 juz akan merampungkan sisanya sebelum Ramadhan tahun depan.

Ini adalah warta yang patut disambut syukur dan suka cita. Tambahan agen-agen perbaikan sejumlah itu didambakan membawa perubahan signifikan. Terutama bagi umat Islam Madagaskar yang tidak berbilang banyak (baca: minoritas) dan tidak sedikit yang masih terdampar di padang ketidaktahuan serta ketidakmampuan di bumi yang kaya sumber daya seperti Nusantara.

------

Bagi yang ingin menonton video salah seorang calon hafidz sedang mengulang hafalannya, bisa mengunjungi IG saya di @rahmatariza



Comments