Bukti bukan Bacot, Sebuah Pelajaran dari Aplikasi Herbisida


Sudah sebulan lebih saya menemani petani di sini, Putussibau, kota kecil 1100 km sebelah utara pusat perbacotan tiada guna yang bersumber dari Istana. Kebersamaan dengan mereka yang berasal dari suku Dayak, Jawa, Melayu hingga Padang banyak mencuatkan kisah unik yang masih terkait dengan pertanian. Salah satunya adalah soal dosis aplikasi herbisida. |

Dari obrolan santai terungkap bahwa rata-rata petani menggunakan herbisida jenis apapun dengan dosis berlebih. 7-8 kali lipat takaran anjuran. Kebiasaan ini tidak hanya merugikan petani secara finansial, alam dan kesehatan makhluk hidup dalam rantai makanan juga jelas menjadi korban. |

Mengenyahkan penggunaan racun berbahan aktif Parakuat atau Glyphosat jelas bukan solusi cepat yang bisa saya usahakan. Sementara, saya sampaikan saja yang sesuai petunjuk penggunaan. "Sedikit saja sudah manjur kok bapak-ibu," jelas saya kepada sahabat-sahabat. |

Tidak ada satupun yang merespon positif ajakan tersebut. "Mana mungkin mati rumput kalau racunnya sesedikit itu, kami biasa pakai tiga tutup atau lima tutup botol per tangki," ujar petani menceritakan. Tanpa banyak janji seperti pejabat tinggi, saya  jadwalkan penyemprotan herbisida secepatnya agar dijadikan percontohan.
|
Ketika hari yang disepakati tiba, disaksikan oleh semua mata, saya tuangkan 1/2 tutup botol ke dalam sprayer masing-masing pekerja. Selanjutnya, penyemprotan pun dilaksanakan bersama-sama. |

72 jam setelah kegiatan, kita datang lagi ke ladang untuk berbarengan menyaksikan nasib gulma. "Wah ternyata mati ya mas rumputnya walau pakai racun cuma sedikit. Besok lagi kami pakai dosis yang kemarin dipraktikkan," tutur mereka, yang ada dalam foto di atas. |

Dengan bukti, bukan bacot, akhirnya petani mau lebih bijak lagi mengelola lahan mereka. Mungkin rakyat juga sama, kalau yang di Jakarta tidak mengatur negara seperti badan usaha milik keluarga.

Comments