Banyak orang kota heran melihat harga cabai yang meroket. Pertanyaan yang paling sering muncul dan menurut saya cukup menggelitik adalah: "Indonesia kan negeri yang subur, kok harga cabai bisa mahal?"
Pertanyaan ini kurang tepat karena tiga alasan. Pertama, sebagian besar tanah pertanian Indonesia sudah tidak lagi subur. Kedua, keberhasilan budidaya tidak semata ditentukan oleh kesuburan tanah. Ketiga, tata niaga komoditas pertanian kita masih kacau.
Sebagai orang yang pernah menjadi petani, penyuluh, hingga pedagang hasil pertanian, saya bisa katakan: teori "tanah Indonesia adalah tanah subur" yang diajarkan di sekolah-sekolah sudah tidak relevan lagi.
Kalau kita lihat dari berbagai indikator kesuburan, kondisi tanah pertanian kita cukup memprihatinkan. Kandungan bahan organik rendah, organisme tanah menurun, tingkat keasaman tinggi, porositas buruk, dan ketersediaan hara sangat terbatas.
Semua ini adalah akibat dari pengelolaan kesuburan tanah yang tidak terarah. Penjelasan detailnya terlalu panjang, tapi intinya: banyak masalah mendasar yang belum diatasi.
Masyarakat perlu tahu, bahkan sebaiknya diajarkan sejak SD, bahwa keberhasilan usaha tani ditentukan oleh lima faktor utama: unsur biotik, abiotik, ekonomi, sosial, dan budaya. Beberapa ahli juga menambahkan unsur politik. Di dalam elemen abiotik, faktor iklim sangat berpengaruh. Dan inilah salah satu penyebab utama harga cabai naik tajam.
Data statistik sebelum dekade kedua abad 21 menunjukkan bahwa April, Mei, dan Juni biasanya adalah musim kering—curah hujan rendah dan harga cabai cenderung anjlok. Saat itu, orang kota jarang peduli bagaimana nasib petani.
Namun tahun ini berbeda. Dalam tiga bulan terakhir, hujan turun hampir setiap hari di sentra-sentra pertanian. Cuaca yang berganti antara hujan dan panas menciptakan kondisi ideal bagi pertumbuhan jamur dan bakteri penyebab penyakit cabai.
Akibatnya, banyak tanaman cabai rusak diserang penyakit seperti patek (kapang penyebab noda hitam), busuk akar, dan busuk batang. Produksi turun drastis, sementara permintaan melonjak, terutama setelah Lebaran yang memicu aktivitas ekonomi. Kombinasi antara pasokan yang rendah dan permintaan yang tinggi inilah yang membuat harga naik tajam.
Bagi kami yang bekerja di sektor pertanian, ini adalah berkah yang patut disyukuri. Akan lebih baik jika masyarakat kota juga ikut senang melihat petani mendapat rezeki dari harga yang menguntungkan ini—bukannya hanya mengeluh saat harga naik.
Selain cuaca, ada satu lagi penyebab yang tak kalah penting: berantakannya sistem tata niaga hasil pertanian di negeri ini. Pemerintah, yang seharusnya mengatur sektor hulu dan hilir, belum menunjukkan keseriusan.
Saya tidak sedang menuntut subsidi. Tapi menyediakan data kebutuhan cabai per bulan, sebaran konsumen, dan peta infrastruktur distribusi kepada petani melalui penyuluh bisa sangat membantu menstabilkan harga.
Walau sulit mengatur kuota tanam tanpa dana kompensasi, setidaknya informasi yang jelas bisa menjadi bahan pertimbangan petani: kapan harus tanam, berapa luas, kemana hasilnya dikirim, dan bagaimana mengantarkannya ke konsumen.
Dengan pendekatan seperti itu, insya Allah, harga cabai bisa lebih stabil. Tidak terlalu murah yang merugikan petani, dan tidak terlalu mahal yang membebani konsumen. Selama ini, negara sering diam saat harga anjlok, tapi cepat panik saat harga naik.
Yang terjadi sekarang adalah pasar dibiarkan berjalan tanpa arahan. Petani tak tahu seberapa besar kebutuhan pasar. Akibatnya, saat cuaca mendukung dan pupuk tersedia, semua orang menanam cabai sebanyak-banyaknya. Hasil panen melimpah, harga jatuh, dan negara tetap diam. Sementara kalian di kota bersorak karena harga murah.
Sebaliknya, saat panen gagal dan stok terbatas, tidak ada langkah nyata dari pemerintah selain membuka keran impor—seperti yang terjadi pada bawang merah, yang sering digantikan oleh produk dari India.
Semoga dengan penjelasan ini, teman-teman di kota bisa lebih memahami dan memaklumi apa yang sebenarnya terjadi di balik mahalnya harga cabai.
Kalau Anda ingin saya bantu membuat versi ini menjadi artikel blog atau infografis, saya juga siap.
Comments