Belum lama ini, di tengah acara syukuran di Desa
Girirejo, Ngablak, Magelang, tempat saya tinggal, saya menyimak keluh kesah
petani tentang kondisi lahan. Terutama perihal kesuburan tanah yang semakin
terdegradasi dari musim ke musim.
"Nek arep nandur, lemine saiki kudu akeh, nek setitik wis ra ngangkat, mesh karo phonska yo soyo okeh butuhe," urai mereka. Menurut petani, tanpa tambahan takaran aplikasi pupuk kimia dan kohe ayam yang lebih banyak dari musim tanam sebelumnya, kuantitas dan kualitas produksi sayur akan turun signifikan.
Tanah Andosol Tanah Sempurna
Sebetulnya, persoalan ini bisa dihindari jika kesuburan tanah dikelola dengan baik, mengingat daerah setempat dikelilingi gunung berapi. Kondisi geografis tersebut membuat wilayah ini diberkahi tanah Andosol, tanah pegunungan, yang pada asalnya begitu subur dari berbagai aspek.
Secara fisik, tanah ini sangat gembur. Proporsi komponen penyusun tanah berupa pasir, lempung dan debu sangat ideal dari kaca mata klasifikasi tekstur tanah. Sirkulasi udara dan air pada tanah andosol juga baik. Distribusi rongga tanah yang merata pun memungkinkan pertumbuhan akar optimal. Selain itu, kemampuan massa tanah menyimpan air dapat diandalkan. Tidak berlebihan dan tidak pula kekurangan.
Dari sudut pandang kimia, pH tanah di sini juga berada di kisaran ideal yaitu di antara 6-6.5. Parameter lain berupa ketersediaan hara seperti Nitrogen, Belerang, Kalium dan aneka mineral lian pada asalnya juga melimpah. Keberadaan koloid mineral dan bahan organik pada saat hutan dibuka untuk kegiatan budidaya harusnya mampu menyediakan nilai kapasitas tukar kation yang tinggi sehingga cadangan nutrisi di tanah terjaga dengan baik.
Seiring dengan kandungan biomassa dan humus yang tinggi, secara biologi tanah Andosol di sekitar lokasi juga dapat dikatakan ideal. Beragam mikroba, mikro fauna dan mikro flora hidup dengan baik di dalamnya. Keanekaragaman hayati tersebut saling bersinergi menciptakan kesuburan yang baik untuk tumbuh kembang tanaman. Pendek kata, tanah vulkanis asalnya adalah media yang sempurna untuk budidaya sayur.
Dirusak Manusia
Kalau kemudian tanah surga kini merana didiuga adalah praktik budidaya pertanian yang hanya memikirkan produktifitas tinggi dengan metode yang tidak merepotkan dan biaya seirit mungkin. Orientasi komersil tanpa kesadaran utuh tentang kesuburan tanah ini boleh dikata sebagai penyebab utama lahirnya status quo pada tanah surga
Yang banyak terjadi di lapangan, petani pada umumnya mengandalkan “bahan organik” yang disebut kristal. Limbah peternakan ayam yang terdiri dari sekam mentah bercampur kotoran. Sesekali berupa feses ayam murni bagi petani bermodal lebih.
Kandungan nutrisi pupuk tersebut memang tinggi terutama Nitrogen yang dibutuhkan aneka jenis sayur semusim yang daun-daunnya dikonsumsi manusia. Namun karena sumber pakan utama ayam adalah biji-bijian minim serat, kehadirannya di tanah hanya sesaat meningkatkan kesuburan. Itupun cuma berkaitan dengan aspek kimia yaitu ketersediaan hara.
Dengan kata lain, tidak ada perhatian dari petani untuk menyediakan bahan organik penghasil humus yang memang secara praktik cukup merepotkan dan memakan biaya serta waktu lebih banyak. Kalau ada yang murah kenapa harus yang susah, begitu kira-kira logika yang dipakai.
Kunci yang Diabaikan
Humus adalah bahan organik resisten berwarna hitam yang umumnya berada di lapisan teratas tanah dan berasal dari serat tanaman. Senyawa lignin, selulosa atau hemiselulosa adalah asal-usulnya. Karena rantai karbon yang begitu panjang, biomassa tersebut mampu bertahan dari dekomposisi total mikroba serta pelapukan fisik oleh panas dan hujan
Daya tahan tersebut melahirkan zat yang mampu menjaga kesuburan tanah secara holistik dalam jangka panjang. Koloid organik cakap mengikat ion-ion nutrisi sehingga tidak rentan terbawa larut terbawa derasnya air hujan atau menguap akibat panas matahari. Eksistensi koloid ini juga menghidupkan koloni organisme baik seperti mikroba pengikat N, pelarut P, aneka kapang sahabat tanaman, cacing penggembur tanah, serangga pemakan hama dan lain sebagainya. Humus juga punya daya ikat air tinggi serta mampu menjaga tekstur tanah tetap porus sehingga perakaran tanaman dapat tumbuh dan berkembang secara optimal.
Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa hanya bahan organik yang telah mengalami humifikasi yang mampu menghadirkan kesuburan tanah secara integral. Tidak hanya membuat tanah subur secara kimia, tapi juga fisik dan biologis.
Pupuk Miskin Humus
Keuntungan humus sebanyak itu tidak dapat diwarisi dari pupuk kandang ayam apalagi yang mengandung banyak sekam mentah. Kohe (kotoran hewan) ayam miskin serat kasar yang fungsinya ketika telah menjadi humus sangat penting bagi tanah. Belum lagi soal tekstur tanah Andosol yang berpasir membuat proses penguraian kohe ayam berjalan lebih cepat dibanding tanah kaya lempung. Tidak heran jika ketersediaan dan jejak pupuk kohe ayam di tanah vulkanis tidak bertahan lama.
Lebih lanjut, tambahan sekam mentah sebetulnya dalam jangka panjang berakibat buruk. Bahan tersebut hampir tidak punya manfaat apapun selain meningkatkan porositas tanah alias tingkat kegemburan. Masalahnya, kegemburan tanah andosol pada asalnya sudah cocok untuk tanaman. Pemberian sekam mentah secara berkala justru akan membuat tanah semakin porus. Tingkat porositas berlebih pada akhirnya menurunkan kemampuan tanah mempertahankan air dan nutrisi dari suhu dan curah hujan tinggi.
Selain pemilihan kohe ayam, tindakan petani membuang sisa hasil panen di tepi ladang semakin mempermiskin bahan organik tanah. Padahal serat serat yang ada pada tanaman yang tidak dijual dapat bermanfaat sebagai sumber humus jika dikembalikan lagi ke lahan.
Jika regenerasi humus tidak dilaksanakan padahal di saat yang sama partikel-partikel bahan organik terhumifikasi ini senantiasa berkurang akibat erosi, longsor atau metode olah lahan serampangan, lambat laun eksistensinya akan musnah. Dampak langsung bila itu terjadi adalah efisensi pemupukan akan turun, kemampuan tanah menyimpan nutrisi dan menyalurkannya ke tanaman secara bertahap akan memudar, ketersediaan unsur esensial di dalam tanah akan menyusut, serangan penyakit tular tanah akan merajalela dan hal-hal buruk lainnya akan terjadi susul-menyusul.
Semua efek negatif di atas merupakan ancaman nyata bagi lahan pertanian sayur di lereng Gunung Merbabu-Merapi, dan mungkin juga di sentra sayur lainnya. Bahaya yang jika dibiarkan akan mengikis habis kesuburan internal tanah. Kondisi yang bila kian berlarut akan terus menggerus keuntungan petani karena mau tidak mau jika ingin mempertahankan tingkat produktifitas tanaman seperti sebelumnya, takaran pupuk dan pestisida harus ditambah dari masa ke masa
Agar Tongkat Kayu dan Batu Jadi Tanaman Lagi
Penambangan tak beretik adalah kata kerja paling pas untuk mendeskripsikan praktik budidaya sayur yang dilakukan petani di lereng Merbabu-Merapi. Kesuburan karunia Sang Pencipta dieksploitasi habis habisan. Berat hati saya mengatakan, pahlawan pangan ini mengambil jauh lebih banyak dari apa yang mereka berikan ke lahan.
Cara bertanam seperti yang diuraikan di atas jelas bukan jalan menuju kelestarian. Konsep pertanian berkelanjutan mendiktekan neraca keseimbangan. Paling tidak, jumlah yang hilang sama dengan yang dikembalikan. Dan ini pasti bukan hanya perihal N, P, K, Mg, Ca, S yang dimakan tanaman atau raib karena air, angin dan panas. Di luar itu, zat yang darinya berbagai aspek kesuburan terjaga juga harus dipertahankan.
Sebelum saya berbicara teknis, prinsip kesepadanan ini harus terlebih dahulu ditegakkan. Bahwa jika tidak diperlakukan demikian, fertilitas tanah tak ubahnya seperti sumber daya tak terbarukan. Terus menerus digali hingga lambat laun habis tak berbekas.
Tentang bagaimana pemahaman ini berjangkar dalam laku tani, edukasi adalah kunci. Pendidikan disertai insentif praktikal yang meringankan beban petani. Detailnya, insya Allah saya uraikan lain kali karena janji awal adalah seputar kiat-kiat dalam praktik bercocok tanam.
Memperbaiki Kesuburan Tanah Holistik
Berbicara soal mengembalikan kesuburan tentu harus lengkap dengan tiga cabang yang saling berkelindan berupa aspek fisik, kimia dan biologis. Resep pertama jelas berangkat dari yang dekat dan ada. Membenamkan bagian tanaman yang tersisa ke dalam bedengan di masa olah tanah. Pengecualian diberikan pada buah, dedaunan atau batang yang tertular penyakit. Bagi mereka hanya ada buang atau bakar.
Seresah tersebut sangat berguna sebagai tabungan jangka panjang. Sisa-sisa panen itu akan bertransformasi menjadi sumber nutrisi, tandon air dan habitat mikro fauna dan mikroba tanah. Peran yang hanya dimainkan oleh pupuk kaya serat nabati alias humus.
Cara berikutnya adalah merubah sumber masalah jadi maslahah. Pembakaran anaerob kristal (sekam mentah dan kohe ayam) menjadi arang menaikkan derajat pupuk ini berkali lipat tidak hanya sebatas sumber nutrisi sesaat.
Api mengubah struktur dan sifat kimia sekam sehingga bertrnasformasi menjadi zat yang mampu mengikat hara dan air lebih baik. Manakala arang sekam menjadi lebih lembab dan kaya nutrisi, aneka mikro organisme pun hadir dan berkembang biak dengan baik. Ini semua dipersembahkan arang sekam sembari tetap menjaga kegemburan lahan.
Upaya berikutnya yakni pemberian kompos berbahan baku hijauan. Sumbernya ialah kotoran hewan pemamah biak. Sapi, kambing, kerbau, kelinci, bahkan marmut. Alasan kenapa pupuk jenis tersebut lebih mulia berkaitan dengan asal muasal humus di tanah. Sisa rerumputan yang tidak dicerna meninggalkan banyak serat pada kotoran ruminansia, bahan itulah yang kemudian akan bertahan dalam jangka panjang dalam bentuk humus di tanah.
Andai tetap ingin mengejar produksi tinggi, silahkan campur kohe ayam dengan fermentasi feses hewan kaki empat. Hasil panen mudah-mudahan ajeg melimpah dan bahan organik tetap lestari di tanah.
Kalau ada sumber dana lebih, zeolit juga bisa ditambahkan. Berdasarkan pengalaman empirik, jenis bebatuan tersebut punya kemiripan sifat dengan arang. Di samping itu, cocopeat dan limbah media jamur juga bisa jadi alternatif menggiurkan
Terkait pemilihan bahan pembenah, perkara ketersediaan di tempat adalah isu utama. Istilahnya bahan baku lokal adalah yang paling luhur. Kalaupun ingin dan mampu mencampurkan semua materi di atas ke dalam tanah, boleh-boleh saja. Kesudahannya insya Allah akan luar biasa. Yang penting jangan memaksakan di luar yang petani bisa.
Yang juga tidak boleh diabaikan adalah penambahan mikroba penyubur tanah baik itu yang disebut sebagai PGPR (Plant-Growth Promoting Rhizobacteria), MOL (Mikro Organisme Lokal), PSB (Phospho-Solubilizing Bacteria), Mikoriza (Jamur simbiotik akar) atau agensi hayati (Trikoderma, Glioclodium, dll). Kehadiran mereka berperan penting untuk mentranformasi bahan organik yang belum bermanfaat menjadi humus penyubur tanah dan aneka nutrisi yang dapat diserap oleh akar tanaman.
Sumber aneka probiotik di atas dapat diperoleh dengan memanfaatkan sumber daya lokal seperti seresah dan tanah di sekitar rumpun bambu, akar-akaran rumput yang tumbuh subur di musim kemarau, isolat kapang yang ditemukan pada jasad serangga yang terinfeksi di sekitar area budidaya, dan limbah-limbah sayur yang busuk secara alami. Bila kemudian hal itu dianggap merepotkan, di luar sana telah banyak beredar berbagai nama dagang mikroba baik yang dijual dengan harga yang relatif terjangkau.
Hampir lupa. Implementasi seluruh atau sebagian taktik di atas cuma perbaikan dari sisi input produksi pertanian. Masih banyak ikhtiar dari dimensi lain yang bisa petani gunakan untuk merestorasi tanah surga. Lahan di mana tongkat, kayu dan batu jadi tanaman. Misalnya terasering, cover crop (tanaman penutup), jeda tanam, praktik agroferestri, pergiliran tanam dan lain sebagainya.
Berdasarkan pengalaman yang sudah ada dan belajar dari realita ekosistem hutan yang masih terjaga, jika aneka macam model remediasi lahan dan metode budidaya tersebut diimplementasikan, kesuburan fisik, kimia dan biologi tanah vulkanis di lereng merbabu dapat diperbaiki. Perbaikan yang bermuara pada peningkatan kesuburan tanah secara holistik.
Keuntungan yang bisa secara langsung oleh petani dari progres tersebut diantaranya adalah efisiensi pemupukan melonjak, takaran pupuk dan pestisida yang diperlukan cenderung turun, sebaran hama & penyakit lebih terkendali, dan produktifitas tanaman naik secara bertahap.
Seluruh hasil baik di atas tentu akan membawa perubahan positif bagi pembudidaya dan ekosistem di sekitarnya. Keuntungan hasil tani bertambah, kesuburan lahan tetap lestari dan aktivitas agrari untuk memberi makan anak bangsa dapat diwariskan untuk generasi yang akan datang
Comments