Saat PNI pertama kali diberangus dan pimpinan pusat termasuk Sukarno dipenjara di dekade 1920-an, tokoh yang tersisa, karena didesak & diancam Pemerintah Hindia Belanda, segera membubarkan partai massa tersebut. Perjuangan partai serta merta terhenti dari pusat hingga daerah.
Lalu pada tahun 1934, gelombang penangkapan terhadap penggerak kemerdekaan nasional kembali terjadi. Sukarno yang memimpin Partindo dibui dan terancam dibuang. Selain beliau, tokoh penggerak organisasi Pendidikan Nasional Indonesia (PNI Baru) pun mengalami nasib serupa. Hatta, yang belum lama menyelesaikan studi di Belanda, dan Syahrir termasuk di dalamnya.
Sebagai partai kader, kegiatan harian PNI Baru tidak terhenti karena pemberangusan tersebut. Kader yang belum terjaring operasi pemerintah segera membentuk pengurus baru dari Jakarta hingga pelosok. Alhasil, upaya mendidik dan menggelorakan semangat kemerdekaan yang jadi cita-cita organisasi tetap berlangsung.
Dari dalam penjara, Hatta, Syahrir dkk, walau tidak bisa terlibat dalam struktural, tetap berpartisipasi melalui karya tulis yang dijadikan materi pendidikan kader. Mati satu, tumbuh seribu. Perjuangan tetap jalan walau sosok panutan dibuang ke seberang lautan.
Di masa sulit tersebut, Hatta juga tidak seperti Sukarno yang segera menyatakan berhenti total dari aktivitas kepartaian di Partindo ketika mengetahui resiko pembuangan ke Digul. Beliau tetap teguh pada prinsip non kooperasi bersama rekan-rekan seperjuangan. Baginya, jika pemimpin lemah iman, maka semangat kader di bawah akan tergadaikan.
Yes, Hatta lebih percaya kepada gerakan yang bertumpu pada kader terdidik sebagai penggerak utama perjuangan meraih cita-cita mulia. Adapun Sukarno adalah pribadi yang mengedepankan konsep agitasi massa yang mengandalkan segelintir pembesar sebagai orator utama.
Kalau kamu lebih cocok metode yang mana? Saya pernah praktik metode yang diterapkan Bung Hatta. Hasilnya organisasi tersebut outlived lembaga semisal. Peninggalannya juga mungkin lebih long-lasting dibanding yang lain. Walau pada akhirnya bubar juga, saya tetap percaya pendidikan kader harus diutamakan.
Comments