![]() |
Foto Haji Agus Salim muda |
Kalau dihitung, ideologi yang mendominasi alam pikiran pendiri Indonesia adalah sekuler nasionalis termasuk kedua Bapak Proklamasi. Padahal mayoritas muslim dan pernah mengenyam pendidikan agama saat belia.
Haji Agus Salim menjelaskan fenomena tersebut berdasarkan pengalaman pribadi. Anak Sutan Muhammad Salim ini pernah mengalami fase agnostik semasa hidup. Tepatnya ketika bersekolah di Hogere Burger School di Jakarta.
Di sekolah tingkat atas ini, beliau dididik dengan kurikulum Barat dengan filsafat sekulernya. Selepas jam belajar, putra Jaksa Hindia Belanda di Riau tersebut juga tinggal dengan keluarga Belanda yang mengajar di sekolah tersebut.
Sejak menuntut ilmu di sana, beliau merasa bahwa HBS telah berhasil menggoyahkan keimanannya. "Ketika itu, ilmu pengetahuan dianggap berlawanan dengan agama. Saya pun merasa tak dapat berpegang kepada satu agama saja." tutur Salim.
Lebih lanjut, bapak 10 anak ini menjelaskan apa yang terjadi di HBS tidak lepas dari kebijakan pendidikan Belanda di Hindia Timur, yang disusun oleh orientalis Snouck Hurgronje.
Tujuan pertama merangkul lapisan atas bangsa Indonesia masuk ke dalam kultur Belanda. “Tujuan kedua adalah menjauhkan orang-orang tersebut dari ajaran Islam, yang menyebabkan mereka menjaga jarak dan kurang tertarik pada pengaruh Barat,” ucap Salim.
Kelak, hidayah kembali ke pangkuan Haji Agus Salim lewat perantara pamannya, Syaikh Ahmad Khatib Al Minangkabawi. Islam kembali merasuk sanubari Bapak Diplomasi tersebut justru ketika beliau bekerja di bawah Snouck Hurgronje.
Sejak 1906-1911, guru Muhammad Natsir ini bertugas di Jedah sebagai penerjemah Konsulat Belanda. Setiap mengurus Jama'ah Haji Hindia Belanda, beliau menyisihkan waktu untuk berdialog dengan Imam Masjidil Haram tersebut.
Selain Haji Agus Salim, jebolan pendidikan barat yang cukup istiqomah memegang ajaran Islam hingga wafat adalah Muhammad Hatta. Beliau adalah murid Syaikh Abdullah Ahmad yang pernah menimba ilmu kepada Syaikh Ahmad Khatib Al Minangkabawi di Mekah.
Disarikan dari Majalah Tempo.
Comments