![]() |
Haji Agus Salim mengurus jama'ah haji bekerja di Konsulat Belanda di Jedah, dikutip dari Majalah Tempo |
Tahun 1926 tidak lama setelah berhasil menguasai Hijaz, Abdul Aziz bin Abdurahman Al Saud mengadakan Muktamar Islam Internasional di Mekkah.
Di sela-sela pertemuan itu, utusan 2 organisasi muslim dari timur jauh bertemu dengan Ibnu Saud. Dengan bahasa Arab fasih, keduanya berdialog cukup panjang.
Dalam pemaparannya, selain bercerita sepak terjang organisasi yang mengutusnya, sosok tersebut juga mengulas aktifitas sebagai redaktur sebuah majalah yang terbit di negerinya. .
Media cetak itu memuat banyak berita dan fakta yang membuat pemerintah lokal berang. Tidak jarang aparat mengintervensi langsung forum redaksi dan pembiayaan operasional karena dituduh subversif.
Sebegitu keras perlawanan majalah itu terhadap kebijakan pemerintah, sampai-sampai si kepala redaksi diberi penghargaan oleh Serikat Buruh Dunia karena dianggap mewakili perjuangan kaum tertindas di belahan bumi lain.
Usai menyimak penjelasan dari sang utusan, Pemimpin Mekah dan Madinah akhirnya bersimpati. Tidak hanya ucapan dan doa, beliau menyumbangkan harta untuk penerbitan majalah.
Dengan sadar, Kakek Raja Faisal ini mendukung perjuangan kelompok yang dituduh aktif melakukan pemberontakan kepada pemerintah sah. Kebetulan media tersebut juga tengah dilanda kesulitan finansial.
Majalah tersebut adalah Fadjar Asia, yang disokong oleh Syarikat Islam. Sedangkan redaktur di atas adalah Haji Agus Salim, yang waktu itu berangkat mewakili NU & Syarikat Islam.
Adapun negeri yang dimaksud tidak lain dan tidak bukan adalah Hindia Belanda. Kala itu wilayah koloni dipimpin Gubernur Jenderal Cornelis de Graeff yang dipilih Ratu Wilhelmina dari Belanda.
Comments