Benarkah Libur Hari Jum’at Sesuai dengan Ajaran Islam?


Bismillah

                Seluruh puji dan syukur penuh cinta dan pengagungan milik Allah semata. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, keluarga, sahabat, dan pengikutnya yang setia hingga akhir zaman.

                Semalam kuteringat perkataan Ustadz Aris Munandar. M.Ag Hafidzhahullahu ketika kutanyakan kepada beliau, Ustadz kenapa tema yang sering ustadz tulis dan kemudian dicantumkan di blog ustadz adalah tema-tema yang kontroversial?. Dengan ketenangan yang berbalut senyum beliau menjawab, kalau menulis di blog itu cari tema-tema yang belum ditulis orang lain, supaya banyak manusia tertarik membacanya. Kurang lebih seperti  itu yang kudengar langsung dari beliau.

                Ucapan beliau hafidzhahullahu tersebut sampai saat ini masih kujadikan landasan manakala menulis sebuah artikel. Tulisan yang kemudian kusebarkan kepada khalayak melalui sosial media atau blog. Begitu pula pada kesempatan pagi ini, saya akan menyampaikan sedikit ulasan tentang suatu hal yang selama ini dianggap ajaran islam padahal hakikatnya bukan bagian darinya.

                Berkali-kali saya tekankan dalam tulisan saya, agar teman-teman tidak mudah menerima sebuah berita atau “konsensus” yang beredar di masyarakat kita. Utamanya terkait dengan masalah agama. Karena kebenaran bukan diukur dari banyaknya manusia yang meyakininya namun yang menjadi patokan adalah Al Qur’an dan As Sunnah sesuai pemahaman para Sahabat Radhiallahu anhum. Termasuk pula permasalah hari libur bagi umat islam.


                Sejak duduk dibangku sekolah dasar atau bahkan TK, kita sering mendengar doktrin guru agama yang berbunyi, hari libur yang layak bagi umat Islam adalah hari Jum’at karena merupakan hari yang agung dalam islam. Didalamnya terdapat ibadah agung yaitu Sholat Jum’at. Kenapa saya sebut doktrin? Karena sang guru tak menyampaikan satu dalil yang jelas. Yang mana dalil tersebut mendukung pernyataan tersebut. Semuanya hanya berdasarkan logika semata. Padahal agama adalah wahyu bukan logika.

                Sekarang saatnya sebuah pertanyaan dijawab.  Apakah benar, hari jum’at adalah hari libur yang diajarkan dalam islam?  Untuk mengurai pertanyaan tersebut, perhatikanlah hadits yang saya dapati dalam kitab Taisir Alam Syarah Umdathul Ahkam. Dari Abu Awanah beliau bercerita bahwa sahabat Ibnu Umar Radhiallahu anhumma pernah berkata:

كان الناس يغدون في أعمالهم ، فإذ كنت الجمعة جاؤا وعليهم ثياب متغيرة، ف شكواذلك لرسول الله، فقال: من جاء منكم الجمعة فليغتسل 

dahulu dizaman Rasulullah, pada hari jum'at para sahabat berangkat pagi untuk bekerja. Ketika sholat jum;at hampir tiba, maka pulang dalam keadaan pakaian mereka mengeluarkan bau tak sedap akibat keringat saat bekerja. Maka merekapun mengadukan hal itu kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Beliau bersabda: barangsiapa diantara kalian yang hendak menghadiri sholat jum’at maka mandilah.  

                Gamblang sekali hadits dalam menjelaskan kebenaran yang berkebalikan dengan doktrin yang selama ini kita terima. Ternyata di zaman Rasulullah, di hari jum’at para sahabat tetap bekerja. Sahabat Anshar berladang adapun sahabat Muhajirin berdagang. Andai saja benar hari jum’at adalah hari libur yang sesuai ajaran islam, maka mustahil para ‘sahabat bekerja di hari itu. Tentu mereka akan tinggal dirumah lalu sibuk dengan berbagai ibadah, sejak pagi sampai jum’at berakhir. Sebab para sahabat adalah manusia yang paling taat terhadap aturan islam, dan hal ini telah kita ketahui bersama.

                Kesimpulan dari hadits diatas adalah, Hari jum’at bukan hari libur yang diajarkan Islam sebagaimana keterangan-keterangan yang selama ini beredar dimasyarakat. Lantas hari apakah yang dianjurkan untuk menjadi hari libur? Maka dijelaskan oleh para Ulama, ketentuan hari libur bagi kaum muslimin berada ditangan pemerintah, asalkan bukan hari sabtu atau hari minggu. Karena kedua hari itu adalah hari-hari libur yang menjadi kekhasan agama lain. Sedangkan umat islam dilarang meniru-niru perbuatan agama lain[1]

                Sekian yang bisa saya sampaikan. Semoga bermanfaat. Alhamdulillah aladzi bi ni’matihi tatimus shalihaat
Jogja, 9 Mei 2011
Rahmat Ariza Putra
               



[1] Keterangan ini saya dapatkan dari Ustadz Aris Munandar Hafidzhahullahu saat beliau menjelaskan sholat jum’at. 

Comments