My Steps (Tulisan Untuk Berbagi Bagaimana Memulai Menulis)


Bismillah

                Segala puji bagi Allah Tuhan yang meciptakan tangan, mata, dan telingan bagi manusia. Shalawat serta Salam semoga senantiasa tercurah kepada Rasullullah shallallahu alaihi wa sallam. Nabi penutup akhir zaman yang pernah bersabda, Ikatlah ilmu dengan Tulisan[1]. Pada waktu yang Allah beri saya kesempatan menghabiskannya untuk menulis. Saya ingin bercerita pengalaman saya dalam menulis tema-tema keislaman. Bercerita tentang apa yang membuat saya tak pernah bosan untuk menuangkan ide-ide kedalam tulisan.  Tak lupa yang paling penting dari semua ini, Bagaimana saya memulai menulis?

Intermezzo

                 Entah berapa kali saya mendengar berbagai komentar teman yang memandang menulis itu sulit. Biasanya komentar ini muncul sebagai respon dari pertanyaanku kepada mereka, Kapan kamu  memulai untuk menulis? Bukankah sudah lama kamu menghadiri berbagai forum ilmiah, terlebih sudah banyak buku yang kau khatamkan. Mendengar dan menyaksikan kesangsian teman-teman terhadap diri mereka untuk berkarya. Tergeraklah hati saya untuk berbagi pengalaman dan tips. Tujuannya tentu agar mitos menulis itu sulit, lenyap dari pikiran teman-teman. Pada akhirnya teman-teman tidak lagi ragu untuk terjun dalam dunia kepenulisan. Akan tetapi hal ini tidak berarti perjalanan hidup saya menggeluti dunia kepenulisan lebih baik dari apa yang ada pada kawan-kawan semua. Karena saya yakin, pemuda bernama rahmat bukan yang terbaik diantara manusia yang membaca tulisan ini dalam dunia kepenulisan.


                Perlu teman-teman ketahui, sebelum hati saya memerintahkan kedua tangan untuk menggarap tulisan ini. Beberapa diantara kawan-kawan yang telah membaca sebagian tulisan saya, saya mintai pendapat tentang tulisan-tulisan tersebut. Apakah tulisan saya mudah dipahami? Apakah kalimat-kalimat dalam paragraf yang menyusunnya membosankan?. Dan Apakah terdapat kerancuan antara satu paragraph dengan yang lain sehingga menjadi tidak fokus.

Mereka berkata ya untuk pertanyaan pertama, dan untuk yang kedua dan ketiga mereka menjawab tidak. Dengan demikian hati saya semakin mantap. Mengapa? Karena paling tidak tulisan saya sudah memenuhi beberapa kriteria tulisan yang baik. Mudah difahami, tidak menjemukan ketika dibaca dan bukan tulisan yang tak menentu arah pembahasannya. Meskipun tulisan ini tidak akan membahas tips dan trik menulis agar menghasilkan tulisan yang baik. Setidaknya hal ini perlu saya tegaskan agar tidak ada yang berkata, tong kosong nyaring bunyinya. Menulis belum becus tapi sudah ingin bercerita kepada orang lain tentang dunia kepenulisan.

Mereka Berkarya, Kenapa Aku Tidak?

                Pertengahan tahun 2009, Allah memberi saya kesempatan untuk menempati sebuah wisma mahasiswa yang banyak melahirkan ahli. Tak sebatas ahli kedokteran, fisika, teknik, komputer, kimia atau berbagai ilmu keduniaan. Keahliaan tersebut tak jarang berdampingan dengan keilmuan Islam yang cukup mendalam yang dimiliki oleh seorang alumni wisma tersebut. Keahlian dan kelimuan tersebut dengan mudah kita saksikan dari karya tulis mereka yang banyak bertebaran di blog-blog, bulletin, atau buku. Tak perlu saya sebutkan siapa saja mereka dan wisma apakah itu, yang jelas demikian gambaran singkat yang membuat saya begitu bersyukur sempat menjadi bagian darinya.

                Adalah Ustadz Muhammad Abduh Tuasikal. ST Hafidzhahullahu yang menularkan virus menulis kepada saya.  Selepas mengajar beliau dipastikan akan mampir ke wisma yang saya tinggali. Suara khas beliau tatkala mengucapkan salam, menggugah saya untuk menghampiri  pemiliknya. Selalu dan selalu, beliau saya temui dalam keadaan membuka laptop dan banyak buku-buku tebal bertebaran disekitarnya. Ya beliau sedang menulis untuk blog beliau.

Disela-sela menulis terkadang beliau memanggil saya untuk mendekat. Kemudian beliau menunjukkan tulisan yang sedang digarap sembari berkata, “mana tulisan kamu?”. Tak jarang beliau berpesan kepada saya untuk membat blog dan memenuhinya dengan tulisan karya pribadi bukan hasil copy-paste. Berkat anugerah Allah berupa nasehat yang disampaikan Ustadz Abduh, maka mulailah saya menulis. Dalam hati saya berkata, mereka berkarya, kenapa saya tidak?. Segala puji bagi Allah, tak lama kemudian lahirlah sebuah tulisan ringkas, padat namun sulit difahami. Tulisan apa itu? Jika penasaran, silahkan teman-teman buka blog saya he he. Akan tetapi kekurangan selalu ada disetiap awal sehingga hal ini adalah sebuah kewajaran. Yang penting memulai, urusan salah, banyak orang yang siap mengoreksinya

Motivasi Berkarya

                Tulisan adalah karya, maka proses untuk membuatnya disebut berkarya. Lazimnya sebuah kerya tentunya memiliki tujuan kenapa dia dibuat. Karenanya sebelum kita menulis tetapkan dahulu  tujuan dari karya  tulis yang akan digarapSemoga teman tak bosan mendengar sebuah hadits. Sesungguhnya setiap amal itu tergantung pada  niatnya, dan setiap orang hanya mendapat balasan sesuai niatnya[2]. Oleh karena sebagai muslim yang kita harapkan adalah pahala. Maka dalam konteks menulis, motivasi atau niat Apakah yang ada dalam diri saya agar mendatangkan pahala dari karya tersebut.

Berbagi dengan Sesama (Berdakwah)

Masih ingat hadits berikut, Dari Abu Sa’id Al Khudri radiallahuanhu berkata : Saya mendengar Rasulullah shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda : Siapa yang melihat kemunkaran maka rubahlah dengan tangannya, jika tidak mampu maka rubahlah dengan lisannya, jika tidak mampu maka (tolaklah) dengan hatinya dan hal tersebut adalah selemah-lemahnya iman[3].   

Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin Rahimahullahu berkata: bahwa menulis adalah bagian dari menolak keburukan dengan lisan, karena menulis tak ubahnya seperti berbicara[4]. Dengan ini tidak ragu lagi, bahwa berdakwah adalah motivasi yang benar sekaligus mendatangkan pahala dalam menulis. Termasuk juga kategori menulis untuk berdakwah, menulis untuk meluruskan kesalahan. Misalkan, kita temukan sebuah tulisan atau pernyataan yang menyelisihi kebenaran. Tulisan dapat pula kita fungsikan sebagai alat untuk meluruskan kesalah itu. Akan tetapi semua ini harus dilakukan sesuai kemampuan dan jangan memaksakan diri.


Menulis untuk Belajar

                Belajar Islam adalah sebuah kewajiban dan segala perkara yang dapat membantu terpenuhinya sebuah kewajiban terdapat pahala didalamnya[5]. Kita tahu bahwa menulis dapat membantu otak menyerap ilmu. Saya kira teman-teman faham betul kenapa menulis berfungsi demikian. Menuliskan ilmu yang kita dengar atau baca maka tak ubah seperti mempelajari kembali ilmu tersebut. Sedangkan mana yang lebih baik dalam proses belajar, mempelajari suatu ilmu sekali atau dua kali?

Menulis untuk Mewarisi

                Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam pernah bersabda: Apabila seorang anak Adam meninggal, maka akan terputus amalannya kecuali tiga perkara : shadaqoh jariyah, atau ilmu yang bermanfaat, atau anak shalih yang mendoakan kepadanya[6]. Menulis kemudian menampilkannya di blog atau mencetaknya dengan kertas dapat membuatnya menjadi sebuah warisan yang bermanfaat sekaligus bekal akhirat. Kenapa? Karena jika anda mati, sementara orang lain masih bias mengakses atau membaca tulisan tersebut diikuti mengamalkan kandungannya. Bukankah yang demikian itu adalah amal jariyyah sekaligus warisan ilmu yang bermanfaat?

Menulis untuk Diskusi

                Diskusi adalah satu metode yang dapat membantu proses belajar. Sementara tadi telah kita sebutkan bahwa segala hal yang dapat membantu terwujudnya sebuah kewajiban maka terkandung pahala didalamnya. Lalu bagaimana bisa dikatakan menulis adalah sebuah jalan untuk berdiskusi? Dengan menulis kita dapat menstimulan orang lain  terlibat diskusi. Bukankah sering kita lihat diskusi yang baik dan menarik dibawah tulisan yang ada di sebuah blog.

Menulis untuk Memenuhi Hak Teman

                Islam mengajarkan konsep hak dan kewajiban dalam berteman. Kita sebagai seorang teman dituntut islam untuk memenuhi hak orang lain yang menjadi teman kita. Apa sajakah hak itu. Simak hadits berikut, dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Hak seorang muslim terhadap sesama muslim ada enam, bila engkau berjumpa dengannya ucapkanlah salam; bila ia mengundangmu maka penuhilah; bila dia meminta nasehat kepadamu nasehatilah; bila dia bersin dan mengucapkan alhamdulillah bacalah yarhamukallah (semoga Allah memberikan rahmat kepadamu); bila dia sakit jenguklah; dan bila dia meninggal dunia hantarkanlah (jenazahnya)".[7]

                Nasehat adalah kewajiban kita yang wajib kita penuhi kepada teman. Nasehat dapat berupa lisan maupun tulisan. Jadi tunggu apalagi, menulislah untuk menasehati temanmu. Selain itu kita juga diperintahkan untuk membantu teman muslim kita. Andai teman kita kesulitan untuk memahami suatu bab ilmu, maka dengan menulis artikel yang mudah dipahami teman tersebut. Tak pelak merupakan satu wujud bantuan yang kita berikan baginya.
Bersambung. Insya Allah



                 



[1] (Diriwayatkan secara Marfu' dari sahabat Anas bin Malik, Abdullah bin Amr bin Al Ash dan Ibnu Abbas Radhiallahu anhum, dishahihkan oleh Al Albani dalam Silsilah As Shohihah no 2026)
[2] HR Bukhari dan Muslim
[3] HR Muslim
[4] Syarah Hadits Arba’in, karya beliau Rahimahullahu ta’ala
[5] Ini adalah kaidah fiqhiyyah islamiyyah
[6] HR Muslim
[7] HR Muslim

Comments

Anonymous said…
maksih bang,,
ane izin save nih tulisan ya,, buat refrensi,,