Tulisan Layak Media


Bismillah 
                Selain blogging, aktivitas menulis yang dapat menghasilkan uang adalah menulis untuk media. Bisa berupa media cetak ataupun elektronik. Karena umumnnya redaksi menyediakan ruang publik pada media yang mereka kelola dalam bentuk kolom analisa ataupun opini.

                Sudah menjadi hal yang normatif bahwa penulis yang karyanya dimuat akan mendapatkan imbalan. Jumlahnya bervariasi tergantung seberapa besar oplah media tersebut. Pastinya untuk ukuran dompet mahasiswa lebih dari cukup untuk membuatnya tebal. Tahun 2008 silam, seorang kawan pernah menerima honor IDR 300.000 dari sebuah media cetak nasional kenamaan. Upah tersebut adalah balas jasa dari redaktur atas karya yang ditulisnya lalu dimuat di kolom opini.

                Benar adanya tidak setiap tulisan layak tampil di media. Tak pernah ditemukan redaktur mencatumkan surat cinta seorang pria kepada wanita pujaannya di salah satu halaman koran harian yang dia asuh. Karena memang koran bukan wadah berbagi informasi pribadi yang publik tak berkepentingan dengannya. Lantas apa dan bagaimana sebuah tulisan pantas menghiasi lembaran-lembaran sebuah media?


Tulisan yang Mengandung Kepentingan Publik

                Media disebut media karena didalamnya terdapat sesuatu berkaitan dengan masyarakat. Seseorang tidak akan nekat mendirikan sebuah media ketika dia tidak yakin dia mampu membuat masyarakat tertarik untuk membacanya. Lantas bagaimana membangkitkan hasrat publik untuk melahap tulisan –tulisan yang  tercantum dalam  media

Ilmu Psikologi menjelaskan bahwa seseorang akan sangat tertarik terhadap sesuatu yang mengakomodir kepentingannya. Baik berupa pendidikan, kehidupan sosial, ekonomi, keamanan atau yang lainnya. Sementara masyarakat adalah kumpulan individu yang bersepakat untuk mendiami suatu tempat. Maka dapat kita simpulkan, sebuah tulisan dikatakan layak media manakala tulisan tersebut  membahas kepentingan masyarakat.

Isu yang diangkat untuk sebuah tulisan layak media tak harus bersumber dari sesuatu yang dialami banyak orang. Semisal biaya pendidikan yang tak terjangkau, Kesehatan yang harganya mahal, atau harga pangan yang menggila. Pengalaman pribadi pun bisa dituangkan kedalam sebuah tulisan inspiratif yang layak muat. Selama sudut pandang yang anda tampilkan menyentuh sendi-sendi kehidupan publik

Pengalaman anda ditegur penduduk sebuah kampung karena melanggar aturan lokal yang melarang motor dikendarai ketika memasuki kawasan tersebut. Bisa dijadikan  bahan untuk menulis.  Tentu bukan curahan hati anda yang kala itu jengah karena ditegur warga yang anda sampaikan dalam tulisan. Akan tetapi pelajaran untuk menghargai dan menghormati budaya lokal serta prinsip lain ladang lain belalang layak untuk anda kemukakan kepada masyarakat. Agar kasus yang anda alami tidak mendera orang lain dikemudian hari.

Tulisan yang Mudah Dipahami

                Siapa yang suka membaca tulisan yang rancu. Tulisan yang tak lebih dari sekedar rangkaian kata tanpa makna. Tentu tak akan ada manusia yang rela merogoh kantong untuk membeli koran yang isinya hanya sampah. Dengan demikian otomatis redaksi dalam kapasitasnya sebagai pengusaha dan jurnalis mustahil menerima tulisan tak bermutu untuk dipajang. Karena hal itu akan membuat masyarakat enggan membaca lagi dan merusak citra media yang dia dirikan.

                Tak bisa anda tawar lagi. Jika ingin karya anda dimuat. Pastikan anda menyusun tulisan dengan sistematis. Terjalin konektifitas dan keterpaduan antara satu kalimat dengan kalimat lain, antara paragraph awal dan paragraph setelahnya.  Bahasa yang anda pilih mudah difahami sesuai dengan segmentasi pembaca. Jangan pula anda membuat tulisan yang rancu dan tidak focus karena publik membaca media untuk mengambil manfaat bukan untuk memusingkan otak.

                Tolak ukur paling mudah untuk sebuah tulisan yang mudah dipahami adalah apakah pembaca memahami ide yang disampaikan pada tulisan tersebut. Jika penikmat tak menemui kesulitan dalam menggali intisari tulisan anda. Maka yakinlah tulisan yang anda susun sudah memenuhi criteria ini.

Tulisan yang Layak Publik di Tinjau dari Budaya

                jika ada seorang penulis mengirim sebuah tulisan dengan judul “kenikmatan ekonomis sarkem” kepada harian KR tebak apa yang akan terjadi?. Tak lain penolakan dan kecaman akan diterima sang creator tulisan dari redaksi KR. Belum lagi satu hal yang pasti, tulisan tersebut tak akan terbit pada edisi kapanpun di koran tersebut.

                Kenapa yang terjadi seperti itu? Padahal tulisan tersebut mengandung kepentingan sebagian masyarakat yang belang hidungnya dan dirangkai oleh kalimat-kalimat yang mudah dicerna. Tentu saja karena tulisan tersebut tidak layak publik. Isinya jelas-jelas melanggar nilai-nilai kehidupan yang hidup ditengah masyarakat. Jika sampai lolos sensor dan beredar luas tentu akan menimbulkan gejolak sosial

                Oleh karena itu sebelum memulai menulis. Jangan lagi ada keraguan dihati anda bahwa tema yang akan diangkat merupakan pembahasan yang tidak layak publik. Ketidak pantasan yang timbul akibat isu yang anda angkat bersebrangan dengan budaya dan norma yang berkembang. Pahami dahulu karakter masyarakat setempat baru kemudian anda perintahkan tangan merangkai kata.

Tulisan yang Layak Publik di Tinjau dari Segmentasi Pembaca

                Selain koran harian yang isinya mencakup berbagai macam bidang kehidupan. Banyak pula media-media yang focus pada satu objek tertentu. Semisal majalah otomotif, majalah kesehatan, majalah keagamaan, dan lain-lain. Media-media tersebut memiliki segmen pembaca tersendiri. Golongan masyarakat yang memiliki hobi atau kepentingan dengan bahasan yang diusung. Misal para dokter yang menggemari majalah kesehatan. Pecinta mobil tentu akan menyukai majalah otomotif.

                Oleh karena itu jika anda ingin menulis untuk majalah otomotif. Jangan sampai gagasan yang anda sampaikan berkaitan dengan agama yang tak memiliki kaitan dengan dunia otomotif. Sudah pasti redaksi akan acuh tak acuh terhadap tulisan anda. Lain hanlnya jika yang anda tulis adalah doa sebelum naik kendaraan. Maka karya semacam ini layak dipertimbangkan untuk dimuat.

Tulisan Layak Media ditinjau dari Policy Media


                Pernahkah anda membaca artikel kompas yang mengemukakan islam persis seperti apa yang difahami para sahabat? Senada dengan hal ini, pernahkah anda temukan ajakan mengadopsi metode hermeneutika ketika menafsirkan Al Qur’an pada majalah As-Sunnah? Bahkan mustahil anda menemukannya.

                Tim redaksi yang mendalangi terbitnya sebuah surat kabar memiliki ideologi tersendiri dalam memanajemen media yang dipegangnya. Selain berpatokan pada kode etik jurnalisme, tulisan yang dipapar pada sebuah media juga akan searah dengan kebijakan redaksi. Redaktur tidak mungkin mengorbankan prinsipnya hanya untuk sebuah  tulisan opini dari orang tak berpengaruh seperti anda. Tak jarang redaksi berlindung dibalik benteng kebebasan pers untuk menyesatkan opini masyarakat agar sesuai dengan ideologinya

                Ambil contoh mudah, 2 bulan lalu Presiden berpidato dihadapan pembesar TNI dan POLRI. Ditenga arahan beliau kepada bawahannya, beliau mengatakan soal gaji beliau yang tak kunjungnaik selama 7 tahun duduk di kursi Presiden. Media Group. VIVANEWS Group yang pemiliknya mengambil peran sebagai oposan pemerintah memelintir berita tersebut 180 derajat. Tak perlu saya jelaskan panjang lebar, saya kira anda sudah memahami hal ini.

                Kesimpulannya, pastikan tulisan yang anda kirim dialamatkan kepada media yang keyakinannya tidak bertentangan dengan isi tulisan anda. Bagai mengisi air diember yang bolong jika anda bertindak gegabah. Mengirim artikel yang membela perjuangan dakwah Islam diatas pemahaman sahabat Radhiallahu anhum kepada redaksi Majalah TEMPO.

Penutup

                Sebelum anda mulai bertanya, apakah nama rahmat ariza putra pernah tercetak diakhir paragraph  kolom opini sebuah media? Maka saya jawab belum pernah. Saya yakin tak sedikit yang akan bertanya lebih lanjut. Kenapa kamu berani menulis tips agar tulisan tembus media.  Padahal kamu sendiri belum berhasil menerobos ketatnya persaingan memperebutkan kolom analisa di sebuah surat kabar. Berikut ini tanggapan saya

                Tulisan ini bukan dalam rangka mengamalkan pepatah tong kosong nyaring tulisannya. Saya tergerak untuk membahasnya semata-mata karena aqidah yang saya anut. Aqidah yang mengajarkan bahwa saya tidak pantas mengatakan bahwa saya memahami sebuah ilmu sampai berhasil menuliska kembali dengan bahasa berbeda. Adalah mas Irfan Habibie Martanegara yang menanamkan prinsip tersebut kepada saya. Sehingga memacu saya untuk menyelesaikan tulisan ini.

                Adapun tips-tips tersebut saya temukan terbungkus rapih dalam kemasan dengan merek “menulis untuk dibaca”. Buah tangan Dosen UI,  Bapak Zulhasril Nasir.Ph.D ketika mengembara ke Amerika medio tahun 80-an.

                Sampai disini yang bisa saya sampaikan. Semoga bermanfaat bagi saya dan pembaca sekalian. Alhamdulillah aladzi bi ni’matihi tatimush shalihaat 

Dikerjakan di Toko Syafani Muslim Corner  Menjual aneka busana muslim,  permainan dan bacaan anak islami

Rahmat Ariza Putra





Comments

nurrahman said…
semakin banyak citizen jurnalism, dan makin banyak web user generated konten yg murni asli dr sumbernya tanpa "dipoles" oleh "aturan" jurnalisme. diskusi ttg bagaimana "jurnalisme di era teknologi informasi yg makin lebar ini memang hrs ditingkatkn....