Hukum Seputar Anak Hilang


Bismillah

                Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam. Shalawat serta salam semoga senantias Allah limpahkan kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam keluarga, sahabat serta pengikut beliau yang setia hingga akhir zaman. Insya Allah pada kesempatan akan sedikit diulas hukum-hukum sepuytar anak hilang. Disarikan dari kitab buyu’ yang tercantum dalam Al Wajiz[1]. Semoga bermanfaat

Definisi

Anak Hilang atau Laqith (اللقيط) adalah anak kecil yang belum baligh yang ditemukan dijalan, yang tersesat atau anak yang tidak diketahui nasabnya (orang tuanya)

Hukum Pengasuhan Anak Hilang

                Anak hilang wajib[2] dipelihara oleh masyarakat setempat dimana anak itu ditemukan atau oleh negara. Dalilnya adalah keumuman firman Allah ta’ala

Tolong-menolonglah kalian dalam kebaikan dan taqwa (Al Maidah ; 2)

Status Anak Hilang

Bagaimanaka status agama atau kemerdekaan anak tersebut. apakah dia beragama islam atau bukan. Apakah dia anak merdeka atau bukan. Padahal tidak terdapat keterangan atau saksi yang mengetahui status anak hilang tersebut.

Untuk menjawab pertanyaan pertama maka dikembalikan kepada keadaan lingkungan atau negara tempat anak hilang tersebut ditemukan. Jika anak tersebut diketemukan di negeri atau kampung yang kaum muslimin menjadi mayoritas penghuninya. Anak tersebut dihukumi sebagai seorang muslim. Begitupun jika ia didapati berada di negeri kafir maka anak tersebut dihukumi sebagai non muslim.

Terkait status anak tersebut apakah budak atau merdeka maka kembalikan pada hukum asal manusia  yaitu sebagai makhluk yang merdeka. Sebagaimana diriwayatkan dalam sebuah atsar. Abi Sunain seorang lelaki dari bani Sulaim berkata: saya pernah menemukan anak hilang, maka untuk mengetahui hukumnya kudatangi Khalifah Umar bin Khotob Radhiallahu anhu. Ketika bertemu beliau, ada seorang lelaki berkata kepada umar mengenai diriku: “wahai khalifah dia (Abu Sunain) adalah lelaki yang shalih!”. Umar berkata: “benarkah demikian keadaan lelaki tersebut?” “benar demikian wahai khalifah!”. Maka Umar berkata: pulanglah dan bawa anak itu bersamamu, anak tersebut adalah anak yang merdeka, kamu adalah wali baginya adapun. Adapun nafkah anak tersebut adalah tanggung jawab kami[3]

Atsar ini juga merupakan dalil bahwa nafkah anak hilang berada dalam tanggungan negara. Jelas disebutkan bahwa Umar Radhiallahu anhu mengambil keputusan bahwa biaya sehari-hari anak tersebut dibayar oleh beliau dalam kapasitasnya sebagai kepala negara. Sebagai muslim tentunya kita diperintahkan untuk meneladani sahabat Radhiallahu anhum. Terlebih khulafa rasyidin yang mana Nabi tegaskan secara khusus perintah untuk mengikuti jejak mereka[4]. Dan Umar Raadhiallahu anhu termasuk salah satu dari khulafa rasyidin

Harta Warisan Anak Hilang

                Jika ditemukan bersama anak hilang harta yang merupakan milik anak tersebut. maka harta tersebut digunakan oleh pengasuhnya untuk membiayai kebutuhan hidup anak tersebut. adapun jika kemudian anak itu meninggal dan meninggalkan harta. Maka harta benda peninggalannya menjadi milik negara. Begitupula jika anak itu dibunuh lantas pembunuhnya membayar diyat secara otomatis harta diyat menjadi milik negara.

Bersambung insya Allah
Rahmat Ariza Putra





[1] Seluruh isi tulisan ini diterjemahkan dan diringkas dari kitab al Wajiz karya Dr Abdul Adzhim Al Badhowi Hafidzhahullahu
[2] Wajib disini adalah wajib kifayah. Artinya harus ada salah seorang dari warga masyarakat setempat yang mengasuh anak hilang tersebut atau anak itu dititipkan pada panti asuhan. Jika tidak ada satupun yang mau merawat anak tersebut. maka seluruh masyarakat menanggung dosa. Allahu a’lam
[3] Shahih Al Irwa’ 1573
[4] Hadits tersebut sebagai berikut: dari Abu Najih Al 'Irbad bin Sariyah berkata, "Rasulullah telah memberi nasehat kepada kami dengan satu nasehat yang menggetarkan hati dan membuat airmata bercucuran". kami bertanya ,"Wahai Rasulullah, nasihat itu seakan-akan nasihat dari orang yang akan berpisah selamanya (meninggal), maka berilah kami wasiat" Rasulullah bersabda, "Saya memberi wasiat kepadamu agar tetap bertaqwa kepada Alloh yang Maha Tinggi lagi Maha Mulia, tetap mendengar dan ta'at walaupun yang memerintahmu seorang hamba sahaya (budak). Sesungguhnya barangsiapa diantara kalian masih hidup niscaya bakal menyaksikan banyak perselisihan. karena itu berpegang teguhlah kepada sunnahku dan sunnah Khulafaur Rasyidin yang lurus (mendapat petunjuk) dan berpeganglah kamu dengan kepada sunnah-sunnah itu dengan kuat. Dan jauhilah olehmu hal-hal baru karena sesungguhnya semua bid'ah itu sesat (Hasan shahih riwayat Tirmidzi dan Abu Daud)

Comments