[Revolusi Pertanian dan Swasembada Pangan, Akankah Terulang]

Bismillah

Pada dekade 80an, kabinet yang dipimpin Pak Harto siap menjalankan PELITA III dan IV. Pada periode ini pertanian menjadi sektor yang paling diperhatikan. Dan pada masa inilah terjadi revolusi pertanian paling besar dalam sejarah bangsa Indonesia.
Sejak saat itu dimulailah mobilisasi besar-besaran terhadap sumber daya dan sumber dana guna mensukseskan pembangunan pertanian dalam rangka menggapai swasembada pangan.
Ketika itu, jutaan hektar lahan dibuka untuk sawah. Ratusan ribu kepala keluarga diminta untuk melakukan transmigrasi agar dapat mengolah dan mengelola lahan produktif yang baru. Undang-undang dan peraturan pun dibuat untuk melindungi tanah-tanah penghasil padi
Sekolah-sekolah pertanian di berbagai jenjang didirikan. Beasiswa untuk ribuan anak muda yang tertarik dengan pertanian digelontorkan. Pabrik pupuk dan alat mesin pertanian dibangun. Balai-balai besar penelitian pertanian dirintis. Infrastruktur pendukung seperti bendungan, saluran irigasi, jalan menuju sawah dibuat. Terakhir, ratusan tenaga ahli pertanian dari luar negeri didatangkan untuk memberikan asistensi
Petani pun tidak luput dari perhatian bapak pembangunan. Ribuan penyuluh hasil didikan sekolah pertanian dikirim ke daerah-daerah untuk membantu petani. Subsidi pupuk, benih dan alat mesin pertanian disalurkan. Koperasi yang menaungi kelompok tani juga tidak lepas dari campur tangan pemerintah.
Saat itu semua komponen bangsa kompak. Bahu-membahu bekerja keras menggapi satu tujuan. Swasembada makanan pokok. Tidak mudah memang. Namun sejarah telah membuktikan. Pada tahun 1984, Indonesia menghasilkan 28,5 juta ton beras.
28,5 juta ton beras yang bermakna tidak adalagi impor beras dan tidak adalagi devisa yang dikeluarkan untuk membeli makanan pokok, DIsaat yang sama, surplus beras ini menjadi berkah untuk negara-negara di Afrika dan India. Ketika Presiden Suharto dan segenap komponen bangsa secara sukarela menyisihkan 100000 ton beras untuk disumbangkan kepada negara sahabat yang tertimpa bencana kelaparan. Sebuah pencapaian luar biasa untuk negara yang baru 40 tahun berdiri
Baik, kita sudahi nostalgia. Sekarang masuk kepada pembahasan kedua. Disaat semakin banyak bahan pangan yang diimpor, semakin banyak devisa yang keluar dan semakin bergantung bangsa Indonesia dengan negara luar, Bisakah prestasi membanggakan ini terulang? Mampukan bangsa ini melakukan revolusi pertanian untuk yang kedua kalinya?
Untuk menjawabnya, cobalah terlebih dahulu menjawab pertanyaan-pertanyaan ini
1) Berapa persen APBN yang dianggarkan untuk pertanian?
2) Berapa banyak luas sawah yang saat ini tersedia?
3) Berapa besar perhatian pemerintah terhadap SDM di bidang pertanian?
4) Berapa besar perhatian pemerintah terhadap infrastruktur pendukung pertanian?
5) Berapa besar kesungguhan pemerintah melindungi sawah dari alih fungsi menjadi lahan hunian, bisnis atau industri?
6) Berapa besar perhatian pemerintah terhadap industri pendukung pertanian?
7) Berapa besar keinginan dan usaha pemerintah mengubah Institu Perbankan Bogor menjadi Institut Pertanian Bogor? (yang terakhir ini meskipun terkesan bercanda, tapi serius)
Jawaban dari pertanyaan diatas akan membawa kita pada salah satu dari dua kesimpulan berikut. 1) Insya Allah, Indonesia mampu untuk melakukan lagi revolusi pertanian guna mencapai swasembada pangan. 2) Cita-cita swasembada pangan hanya omong kosong dan angan-angan semu pelengkap janji kampanye
Selamat mengambil kesimpulan..

Comments