Pulang Mengguncang


Hari ini, canda sebagai jeda di tengah-tengah kerepotan kerja kita berdua adalah rindu. Bukan kangen tentang Indonesia. Justru kami bicara soal gulana jika nanti harus merelakan Savalaina. |

Kira-kira saat surya belum semenyengat bara, saya membuka keran terma. "Amri, suatu saat saya akan merindukan tempat ini". Begitu saja spontan supaya ada tawa. Selanjutnya kami pun larut dalam senda gurau saling berbalas kata|

Di jam-jam berikutnya, kita sudah tak lagi mengupasnya. Toh kembali ke Indonesia masih cukup lama. Jika tidak ada kendala, sejumlah 8 bulan kami masih akan mendiami semesta yang seluruhnya elok rupa. |

Takdir memang musykil dikira. Tepat di kala matahari sedang di atas kepala, atasan memanggil kami untuk mendengar instruksinya. "Kalian berdua balik bekerja di kota," singkat perintah sang ketua. |

Ya. Kami harus pergi dari sini demi proyek di perkebunan pakan ternak utama. Saya diminta mengelola jalannya operasi budidaya Penisetum dan rekan-rekannya yang beda varia. Sementara itu, Amri ditugaskan mengurusi pengadaan logistik yang membuat ternak bahagia. |

Beberapa putaran jarum jam kemudian, kami tersentak sadar. Tanpa disangka, topik yang pagi tadi dikira hanya hiasan bercengkerama sekarang jadi realita. Tempat yang isinya 100% ceria kini hanya akan jadi bahan cerita. Sumber bahagia dalam 4 bulan terakhir harus kami tinggalkan ketika sedang cinta-cintanya |

Pulang terkadang mengguncang. Apalagi jika yang ditinggalkan adalah sendi kehidupan cum kreator senang. Sebut saja teman kerja yang baik dan pemandangan alam yang indahnya sebabkan mabuk kepayang |

Selamat tinggal Savalaina. Semoga ini hanya sebentar saja. Tidak perlu kami lama-lama pergi melepaskanmu yang selalu mempesona.

Comments