Angan-Angan Menciptakan Komunitas dan Pasar Agroekologi Secara Mandiri di Kampung Sendiri


Ketika kuliah,  bersama beberapa sahabat, kami, dengan karunia Allah, tidak hanya menginisiasi gerakan mahasiswa petani, tetapi juga menjalankan konsep petani pemasar. Berjejaring sempurna dari petak lahan hingga dihidangkan. Hasil panen ditawarkan door to door dari ruang dosen ke kelas. Sering pula berawal dari gedung universitas hingga fakultas serta kepada warga di sekitar kampus. 

Yang dijajakan pun aneka macam. Dari kangkung hingga bayam, mulai bibit sampai hasil olahan bahkan potongan ayam bagi pelanggan rumahan. Alhamdulillah, selama itu lebih sering kewalahan memenuhi pesanan daripada bingung menjual. Walau banyak yang menyebut kurang kerjaan dan tidak jarang juga dianggap tak punya kemaluan. 

Oh iya, ini cerita masa lalu. Tidak ada jalan kembali persis ke kejayaan waktu itu. Apalagi kini tidak lagi duduk di bangku strata satu. Telah berganti banyak baju. Berkelindan dengan rupa-rupa tantangan baru.

Kini, sembari mengerjakan pengabdian di Kalimantan ditemani istri kesayangan, saya berkolaborasi dengan kerabat merintis usaha berbasis kebersamaan yang mengedepankan keterbukaan dan memegang teguh prinsip keadilan di kampung halaman. Budidaya ayam kampung unggulan. Bidang usaha yang saya, adik kandung, sepupu dan tetangga ingin kembangkan. 

Titik tolaknya adalah penetesan dilanjutkan pembesaran hingga terpenuhi target indukan. Kemudian, betina produktif diarahkan untuk menghasilkan telur fertil, doc dan daging ayam segar yang secara berdikari akan kami pasarkan. Saudara, tetangga, hingga warung makan menjadi sasaran penjualan. 

Semoga dimudahkan dan dilancarkan. Ngomong-ngomong, berikut adalah anak ayam usia 2 minggu, sepekan dan 2 hari setelah menetas. Dirawat dan dibesarkan dengan cinta serta pengetahuan oleh adik dan sepupu saya. Bagi hasil yang kami pilih menempatkan petani di atas pemodal. 70:30. Yang mencurahkan lebih banyak perhatian memperoleh bagian terbesar. Di sisi lain, saya yang sudah dibantu, sangat cukup dengan apa yang menjadi kesepakatan

Comments