Cerita Singkat Investor Kelas Teri



November ini adalah bulan kelima sejak saya buka akun RDN di Bank Jago Syariah dan transaksi saham lewat Stockbit. Broker yang newbie friendly dan terkenal sebagai tempat berkumpulnya pahlawan pasar saham aka retail. 

Modal awal 500k dari uang tabungan dingin digunakan untuk beli emiten sawit dan SIDO. Yang terakhir ini memang idola jauh sebelum aktif di bursa. Dari IHSG masih 7900 sampai tembus 8200, saya kurang lebih sudah melakukan 58 aksi jual beli. 

58% di antaranya rugi dan itu tanda kebodohan sebagai pemain baru. Sampai saat ini, ilmu yang saya gunakan pun masih dasar banget. Aliran kolot yang kata banyak orang tidak bisa bikin cepat kaya. 

Mazhab value investing yang berpatokan pada fundamental perusahaan dan deviden investing yang ngejar bagi hasil. Buat saya, kedua metode tersebut adalah kunci yang membedakan investasi dari spekulasi

Hasilnya, secara akumulatif, saya masih profit hampir 10% dari total porto. Keuntungan dari deviden dan profit taking alias jual saham yang harganya melonjak dibanding ketika awal beli. 

Keuntungan tersebut diraih tanpa bekal ilmu bandarmology atau analisa teknikal, yang populer di kalangan scalper atau swing trader. 

Sudah banyak dinamika pasar saham yang saya alami. Yang pasti sebagai newbie, prilaku beli di pucuk lalu jual di bawah alias rugi mostly karena panic selling tidak bisa saya hindari. 

Pengalaman seru lainya adalah momen IHSG anjlok. Sejauh ini sudah 3 kali terjadi. Ujian pertama ketika Sri Mulyani resign, yang membuat porto minus lalu cutloss. 

Usai belajar dari kesalahan di masa lalu, hal yang sama tidak terulang ketika isu perang dagang Cina vs Amerika dan wacana perubahan Free Float menguat 

Kepada sesama pemula, saran saya jauh-jauh dari saham gorengan. Perusahaan yang harga sahamnya melonjak gila-gilaan tanpa didukung kinerja keuangan atau aksi korporasi masuk akal. 

Selain itu, saya nasehatkan kepada kalian semua untuk berpaling dari saham konglo yang penuh tipu daya. Salah satunya adalah emiten afiliasi PP karena mostly dibeli berdasarkan ketokohan bukan banyaknya keuntungan

Comments